Ibnu Majah
berkata, bahwa Muhammad bin Abdullah bin Numair meriwayatkan kepada kami
dari Ubay dan Waki’, dari al A’masy, dari Syaqiq, dari Abdullah, ia
mengatakan, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah
bersabda,
“Akan terjadi menjelang Kiamat nanti hari-hari
dimana ilmu agama ditarik dan kebodohan merajalela di mana-mana, serta
terjadi berbagai bentuk kekacauan di seluruh penjuru bumi. Dan kekacauan
dimaksud berbentuk pembunuhan.”20
Demikianlah yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dan Imam Muslim dari hadits al A’masy.
Ibnu Majah berkata, bahwa Abu Mu’awiyah
meriwayatkan kepada kami dari Abu Malik al Asyja’i, dari Rabi’i bin
Harasy, dari Hudzaifah bin al Yaman, ia mengatakan, bahwa Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam pernah menggambarkan,
“Islam akan berlalu sebagaimana memudarnya warna
pada pakaian. Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, nusuk
(sikap tunduk, patuh), dan tidak pula sedekah. Akan terjadi proses lupa
terhadap al Qur’an dalam waktu satu malam dan tidak ada yang tersisa di
atas bumi walau hanya satu ayat. Sampai ada suatu golongan dari manusia
yang sudah renta, dimana mereka mengatakan, ‘Kami mendapati nenek moyang
kami berpegang atas kalimat LA ILAHA ILLALLAH, maka kami pun
mengucapkannya.’”
Shalah pun bertanya, “Apakah kalimat La ilaha
illallah berguna bagi mereka, sedangkan mereka tidak mengetahui lagi apa
itu shalat, puasa, nusuk, dan juga sedekah?” Hudzaifah pun memberikan
penjelasan kepadanya secara berulang, hingga ia benar-benar memahami.
Dimana, dalam setiap penjelasan ia mendapatkan perlawanan, sampai pada
kali ketiga dari penjelasannya ia mengatakan, “Wahai Shalah, kalimat
tersebut mampu menyelamatkan mereka dari siksa neraka.”21 Ucapan ini pun
diulangnya, sampai Shalah benar-benar bisa memahaminya.
Semua itu menunjukkan, bahwa keberadaan ilmu akan
ditarik dari sisi manusia pada akhir zaman, hingga al Qur’an terlupakan,
baik yang ada dalam lembaran-lembaran (mushaf) ataupun dari dada
manusia. Tinggalla manusia tanpa ilmu agama. Dimana kemudian orang-orang
yang telah berusia senja memberitahukan, bahwa mereka pernah menemui
suatu masa, yang mana masih ada orang yang bersaksi dengan kalimat La
ilaha illallah dan mereka mengucapkan kalimat tersebut untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Sungguh kalimat tersebut sangat bermanfaat bagi
mereka, meskipun mereka tidak mempunyai amal shalih, ilmu yang
bermanfaat, dan lainnya.
Sementara perkataan Hudzaifah, “Menyelamatkan
mereka dari keabadian siksa neraka,” bisa jadi mengandung makna, bahwa
kalimat tersebut mampu membentengi mereka dari kepedihan adzab neraka
yang kekal. Disebabkan pada saat pengucapannya tidak
disertai dengan beban kewajiban berupa amal perbuatan yang telah
diperintahkan setelah menunaikan kalimat tersebut, wallahu a’lam.
Namun, bisa juga mengandung makna, bahwa kalimat
tersebut dapat menyelamatkan mereka dari keabadian adzab neraka setelah
mereka memasukinya terlebih dahulu. Dan mungkin, inilah yang dimaksudkan
bahwa Allah pernah berkata dalam sebuah hadits qudsi-Nya, “Demi
kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku sungguh akan mengeluarkan dari neraka
orang yang dahulu pernah mengucapkan pada suatu hari kalimat La ilaha
illallah.’”22 Sebagaimana akan dijelaskan pada pembahasan di seputar
‘pemberian syafa’at’.
Dan bisa pula mereka itu berasal dari kelompok yang lain, wallahu a’lam.
Dengan kata lain, bahwa ilmu akan ditarik pada
akhir zaman nanti sehingga kebodohan menyebar dan mendominasi kehidupan
manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut suatu berita bahwa
akan merajalela kebodohan atau umat manusia pada masa itu didominasi
oleh kejahilan berupa hasil dari pengkhianatan mereka. Kita berlindung
kepada Allah dari mengalami kejadian seperti itu. Kemudian, keadaan akan
tetap dan semakin bertambah buruk, hingga kesesatan terjadi di
mana-mana dan berakhirlah kehidupan dunia, persis seperti yang tertera
dalam hadits yang telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu’alahi
wasallam yang jujur lagi dapat dipercaya dala perkataan beliau, “Tidak
akan terjadi Kiamat atas seseorang yang berkata La ilaha illallah. Dan
tidak akan terjadi Kiamat, kecuali atas sejahat-jahat manusia.”23
______________________________________________
20. Muttafaqun
‘alaih, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al Bukhari, Jilid 1 hadits
nomor 85. Juga oleh Imam Muslim, Jilid 4 bab Ilmu hadits nomor 10. Dan
oleh Ibnu Majah, Jilid 2 hadits nomor 4050.
21. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Jilid 2 hadits nomor 4049.
22. Ia
yang sejenisnya adalah merupakan bagian dari hadits-hadits syafa’at
yang telah diriwayatkan dalam Shahihain dan yang lainnya. Lihat pula
kitab Jam’ al Ahadits al Qudsiyah (Jilid 4 Kitab asy Syafa’ah), cet Ar
Rayyan li at Turats.
23. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Jilid 1 bab Iman hadits nomor 234.
Telah
disebutkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Bindar dan
Muhammad bin al Mutsanna, dari Ghandar, dari Syu’bah, ia berkata, aku
mendengar Qatadah meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan:
Tidakkah aku riwayatkan kepada kalian sebuah hadits yang telah aku
dengar dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, dimana tidak akan
ada yang menyampaikan kepada kalian seorang pun sepeninggalku. Yakni,
aku mendengar beliau bersabda,
“Sesungguhnya termasuk diantara tanda terjadinya
Kiamat adalah ditariknya ilmu agama, kebodohan yang merajalela,
tersebarnya perzinaan dan dianggap suatu kelaziman, khamer dijadikan
minuman kegemaran, berkurangnya jumlah laki-laki dan semakin
mendominasinya kaum perempuan, sehingga lima puluh perempuan hanya
mempunyai satu orang pendamping.”19
Diriwayatkan dalam kitab ash Shahihain dari hadits Ghandar.
________________________________
19. Muttafaqun
‘alaih, sebagaima diriwayatkan oleh Imam al Bukhari, Jilid 1 hadits 81.
Juga oleh Imam Muslim, Jilid 4 bab Ilmu hadits nomor 9. Diriwayatkan
pula oleh Imam at Tirmidzi, Jilid 4 hadits nomor 2205. Juga oleh Ibnu
Majah, Jilid 2 hadits nomor 4045. Dan oleh Imam Ahmad, Jilid 3 hal 176.
Abdullah bin
al Mubarak dan para Imam dari para ahli hadits, sebagaimana juga
diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Sulaiman bin Dawud an Nahri
meriwayatkan kepada kami dari Ibnu Wahab, dari Sa’id bin Abu Ayub, dari
Syurahail bin Yazid al Maghazi dari Abu Alqamah, dari Abu Hurairah, dari
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, dimana beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini di dalam setiap
penghujung seratus tahun seorang pembaharu dalam perkara agama-Nya.”17
Abu Dawud hanya sendiri dalam meriwayatkan redaksi hadits ini. Kemudian
ia mengatakan, diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Syuraih dan tidak
diperiksa pada Syurahail, dimana berarti riwayatnya menjadi mauquf
padanya.
Setiap golongan telah mengadakan pengakuan, bahwa
Imam mereka adalah yang dimaksud dalam hadits ini. Yang jelas, wallahu
a’lam, bahwa Imam dimaksud bersifat universal dan berfungsi sebagai
mobilisator (penggerak) bagi setiap ilmu yang berkembang dan setiap
golongan. Juga setiap golongan dari para ulama dan para ahli tafsir,
ahli hadits, ahli fikih, ahli nahwu, ahli bahasa, dan dari berbagai
golongan lainnya, wallahu a’lam.
Sebagaimana terdapat pula sabda Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits yang diriwayatkan dari jalur
Abdullah bin Amru. “Bahwa sesungguhnya Allah tidak akan menarik ilmu
agama dengan mencabutnya dari manusia, akan tetapi dengan mengambil
(mewafatkan) para ulama.”18 Di sini termuat penjelasan, bahwa Allah
tidak akan pernah mengambil ilmu dari dada manusia setelah mereka
dianugerahi ilmu oleh-Nya.
___________________________________
17. Diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Jilid 4 hadits nomor 4291. Demikian juga dengan al
Hakim dalam kitab al Mustadrak dan al Baihaqi dalam kitab al Ma’rifah
dan didukung kebenarannya oleh Imam al Albani dalam kitab ash Shahihah
miliknya hadits nomor 601, serta dalam kitab Shahih al Jami’
18. Akan dijelaskan mengenai periwayatan dan statusnya pada catatan kaki nomor 71.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
“Akan tetap ada segolngan dari umatku yang
menampakkan kebenaran, yang tidak membahayakan bagi mereka orang-orang
yang mengkhianati dan menentang mereka, hingga datanglah keputusan Allah
dan mereka masih tetap berada dalam konsisi seperti itu.”16
_________________________________
16. Diriwayatkan
oleh Imam al Bukhari, Jilid 13 hadits nomor 7460, dari jalur Mu’awiyah.
Juga oleh Imam Muslim, Jilid 1 bab Iman hadits nomor 247, dari jalur
Jabir. Diriwayatkan pula oleh Imam at Tirmidzi, Jilid 4 hadits nomor
2229 dari jalur Tsauban. Dan Ibnu Majah Jilid 1 hadits nomor 7 dari
jalur Abu Hurairah.
Telah tersebut dalam kitab Shahih dari Abdullah bin Amru, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya ilmu agama tidak ditarik dengan
mencabutnya dari manusia. Akan tetapi, ilmu tersebut ditarik dengan
diwafatkan-Nya para ulama. Hingga apabila tidak ada lagi ulama, maka
manusia mengambil para pemimpin dari orang-orang yang bodoh, dimana
mereka ditanya lalu memberikan fatwa tanpa ilmu. Mereka pun tersesat dan
menyesatkan.”15
_________________________________
15. Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari, Jilid 1 hadits nomor
100. Juga oleh Imam Muslim, Jilid 4 bab Ilmu hadits nomor 13.
Diriwayatkan pula oleh at Tirmidzi, Jilid 5 hadits nomor 2652. Juga oleh
Ibnu Majah, Jilid 1 hadits nomor 52. Dan Imam Ahmad Jilid 2 hal 162.
Imam Ahmad
berkata, bahwa Hasan meriwayatkan kepada kami dari Ibnu Lahi’ah, dari
Yunus, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,
dimana beliau bersabda,
“Janganlah kalian mengharap-harap kematian dan
jangan pula kalian berdo’a untuk itu, sebelum ia benar-benar datang
dengan sendirinya. Kecuali, apabila orang dimaksud telah yakin dengan
amalannya. Karena, apabila seseorang dari kalian telah meninggal dunia,
maka terputuslah seluruh amalannya. Dan sesungguhnya bagi seorang
mukmin, tidaklah umurnya bertambah melainkan akan menambah kebaikan
baginya.”13
Sementara dalil bagi diperbolehkannya mengharap
kematian pada saat terjadinya berbagai macam fitnah adalah, hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad miliknya dari jalur Mu’adz bin
Jabal dalam hadits yang membicarakan mengenai al Manam ath Thawil
(tidur panjang), yang mana di dalamnya disebutkan,
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu
kekuatan untuk melakukan berbagai bentuk kebaikan, meninggalkan
kemunkaran, cinta terhadap orang-orang miskin dan agar Engkau mengampuni
serta mengasihiku. Apabila Engkau berkehendak menimpakan fitnah atas
sebuah kaum, maka matikanlah aku kepada-Mu tanpa terkena fitnah
tersebut. Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu cinta-Mu dan
cinta orang yang mencintai-Mu, serta cinta atas seluruh perbuatan yang
mendekatkan aku pada cinta-Mu.”14
Hadits-hadits tersebut sebagai dalil, bahwa akan
datang kepada manusia suatu zaman, dimana kondisi manusia kala itu
sangat berat dan orang-orang Muslim tidak mempunyai jama’ah yang terdiri
di atas kebenaran, baik di semua lapisan bumi ataupun pada sebagiannya.
________________________________
13. Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Jilid 4 bab Dzikir hadits
nomor 3 dari Abu Hurairah. Juga oleh an Nasa’i, Jilid 4 hal 2-3.
Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, Jilid 2, hal 263 dengan redaksi yang
sama. Dan diriwayatkan oleh Imam al Bukhari, Jilid 10 hadits nomor 5671.
Juga oleh Abu Dawud, Jilid 3 hadits nomor 3108. Dan Ibnu Majah, Jilid 2
hadits nomor 4265, dari hadits Anas bin Malik seperti di atas.
14. Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, Jilid 5 hal. 243. Juga oleh Imam at Tirmidzi, Jilid 5
hadits nomor 3235. Imam at Tirmidzi berkata, bahwa status hadits ini
adalah hasan shahih. Pernah ditanyakan kepada Muhammad bin Isma’il
(yakni Imam al Bukhari) mengenai status hadits ini, dimana ia
mengatakan, “Status hadits ini hasan shahih”
Ibnu Majah
berkata, bahwa al Abbas bin Utsman ad Dimasyqi meriwayatkan kepada kami
dari al Walid bin Muslim, dari Mu’adz bin Rifa’ah as Salami, dari Abu
Khalaf al A’ma, sesungguhnya ia mendengar Anas bin Malik berkata: Aku
mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya
umatku tidak bersekutu di atas kesesatan. Apabila kalian menemukan
perselisihan, maka ikutilah kelompok yang lebih banyak (mayoritas).”8
Akan tetapi hadits ini berstatus dhaif karena Mu’adz bin Rifa’ah as
Salami telah dilemahkan oleh banyak Imam hadits.
Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Hendaklah
kalian mengikuti golongan mayoritas dari mereka yang berpedoman pada
kebenaran dan para ahli kebenaran.” Yang beliau shallallahu’alaihi
wasallam maksudkan adalah mayoritas dari umat Islam yang hidup pada
masa-masa awal kerasulan, dimana hampir tidak ada diantara mereka yang
melakukan perbuatan bid’ah. Namun, pada masa-masa khalaf [seperti saat
ini], bisa saja umat Islam bersekutu dalam perbuatan bid’ah. Sebagaimana
memungkinkan, bahwa kebenaran pada zaman-zaman akhir dibuat berdasarkan
golongan yang terkuat. Seperti disebutkan dalam hadits riwayat dari
Hudzaifah, “Apabila mereka tidak mempunyai Imam dan tidak pula ada
jama’ah?” Rasulullah menjawab,
“Tinggalkan semua kelompok yang ada, meskipun
engkau harus berpegang teguh dengan pangkal pohon hingga maut
mendatangimu, dimana engkau tetap berada di atasnya.”9 Disebutkan juga
dalam kitab Shahih, “Islam pada awal kedatangannya dianggap asing dan
akan kembali dianggap asing [pada akhirnya].” Dalam riwayat yang berbeda
juga disebutkan, “Tidak akan terjadi Kiamat, selama masih ada orang
yang berkata, Allah, Allah.”10
Maksudnya adalah, apabila fitnah telah merebak
dimana-mana, maka pada saat itu diizinkan untuk meninggalkan komunitas,
sebagaimana telah disebutkan dalam hadits,
“Apabila engkau mendapati sifat kikir yag ditaati,
nafsu yang diperturutkan, dunia yang diutamakan, dan kekaguman pemilik
pendapat terhadap pendapatnya sendiri, maka hendaknya engkau mengurusi
urusanmu sendiri dan meninggalkan perkara orang banyak.”11
Imam al Bukhari berkata, ‘Abdullah bin Yusuf
meriwayatkan kepada kami dari Malik, dari Abdurrahman bin Ubaidillah bin
Abu Sha’sha’ah, dari ayahnya, dari Abu Sa’id, ia mengatakan, bahwa
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda,
“Hampir saja kekayaan terbaik bagi seorang Muslim
berupa seekor kambing yang digembalakan hingga ke puncak gunung dan
tempat-tempat yang terdapat mata air untuk melarikan diri dengan
agamanya lantaran terjadinya fitnah.”12
Imam muslim tidak mengeluarkan riwayat tersebut,
namun diriwayatkan oleh Abu Dawud, an Nasa’i dan Ibnu Majah dari jalur
Ibnu Abu Sha’sha’ah, dimana pada masa itu diperbolehkan meminta
(berdo’a) untuk mati pada saat terjadinya berbagai macam fitnah. Padahal
berharap mati telah dilarang di luar keadaan tersebut, sebagaimana
sandaran haditsnya pun shahih.
_________________________________
8. Sunan Ibnu Majah, Jilid 2, hadits nomor 3950 dan status hadits ini adalah dhaif.
9. Yang
dimaksud adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, jilid 2 ,
hadits nomor 3979. Dan hadits yang semakna juga diriwayatkan dalam kitab
ash Shahihain secara sempurna.
10. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Jilid 1 bab Iman, hadits nomor 34. Juga oleh Imam Ahmad, Jilid 3 hal. 162.
11. Diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Jilid 4, hadits nomor 4341. Juga oleh Imam at Tirmidzi,
Jilid 5 hadits nomor 3058, dimana sang Imam mengatakan, bahwa status
hadits ini adalah hasan gharib. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, Jilid
2 hadits nomor 4014, namun dilemahkan oleh Imam al Albani.
12. Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari, Jilid 1 hadits nomor 19.
Juga oleh Abu Dawud, Jilid 4 hadits nomor 4267. Diriwayatkan pula oleh
an Nasa’i, Jilid 8 hal. 123-124. Juga oleh Ibnu Majah, Jilid 2 hadits
nomor 3980. Dan oleh Imam Ahmad, Jilid 3 hal 6. Lihat pula dalam kitab
al Muwaththa’, Jilid 2 bab Isti’dzan hadits nomor 16.
Diriwayatkan [sebuah hadits mengenai pembahasan masalah ini] oleh Abu Dawud, dari Khalid, dari Muhammad bin Amru.
Ia (Ibnu Majah) berkata, ‘Amru bin Utsman bin Sa’id
bin Katsir bin Dinar al Humashi meriwayatkan kepada kami dari Iyad bin
Yusuf, dari Shafwan bin Amru, dari Rasyidin bin Sa’ad dari Auf bin
Malik, ia mengatakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah bersabda,
“Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh
satu kelompok, dimana satu kelompok berada di dalam surga dan tujuh
puluh kelompok lainnya berada di neraka. Orang-orang Nasrani terpecah
menjadi tujuh puluh dua kelompok, dimana tujuh puluh satu kelompok
berada di neraka. Sedangkan satu kelompok sisanya berada di surga. Demi
Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman tangan-Nya, sungguh umatku akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok, dimana satu kelompok berada
di surga dan tujuh puluh dua kelompok akan dimasukkan ke dalam neraka.”
Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang selamat itu?”
Rasulullah menjawab, “Jama’ah”4
Ibnu Majah hanya sendiri dalam meriwayatkan redaksi ini dengan sanad yang tidak bermasalah.
Ibnu Majah juga berkata, bahwa Hisyam (Ibnu Amir)
meriwayatkan kepada kami dari al Walid bin Muslim, dari Abu Amru, dari
Qatadah, dari Anas bin Malik, ia mengatakan, bahwa Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi tujuh
puluh satu kelompok dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh dua
kelompok, dimana semuanya berada di neraka kecuali satu kelompok.”5
Sanadnya bagus dan kuat atas persyaratan dari
pemilik kitab ash Shahih, serta Ibnu Majah juga sendirian dalam
meriwayatkan redaksi hadits ini.
Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits al
Auza’i, dari Qatadah, dari Anas dan Abu Sa’id, dimana keduanya
mengatakan, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah
bersabda, “Akan terjadi perselisihan dan perpecahan dalam tubuh umatku,
serta akan ada golongan yang baik kata-katanya, akan tetapi buruk
perbuatannya.” [al Hadits]
Abu Dawud berkata, Imam Ahmad bin Hanbal dan
Muhammad bin Yahya meriwayatkan kepada kami dari Abu al Mughirah, dari
Shafwan (ia adalah Ibnu Amru), dari Azhar bin Abdullah al Harari. Imam
Ahmad juga berkata dari Abu Amir al Hauzani, dari Mu’awiyah bin Abu
Sufyan, sesungguhnya ia berdiri dan berkata: Bukankah Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam telah berdiri di tengah-tengah kita dan
bersabda,
“Ingatlah, bahwa Ahli Kitab (orang-orang sebelum
kalian) telah terpecah menjadi tujuh puluh dua kelompok. Dan
sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga, dimana
tujuh puluh dua kelompok berada di neraka dan satu kelompok sisanya
berada di surga. Dan satu kelompok dimaksud adalah jama’ah.”6
Abu Dawud hanya sendirian dan sanadnya bagus.
Dalam Mustadrak miliknya, al Hakim menyebutkan,
bahwa para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam mengenai kelompok yang selamat. Beliau menjawab, “Orang-orang
yang berada di atas jalan, dimana aku dan para sahabatku berjalan di
atasnya.”7 Telah disebutkan pada hadits Hudzaifah, bahwa orang-orang
yang selamat dari ftnah pada saat terjadinya adalah dengan mengikuti
jama’ah dan tetap taat pada sanga Imam.
_____________________________
4. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Jilid 3 hadits nomor 3992 dan didukung kebenarannya oleh Imam al Albani.
5. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Jilid 3 hadits nomor 3393 dan didukung kebenarannya oleh Imam al Albani.
6. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Jilid 4, hadits nomor 4597.
7. Lihat pula dalam Sunan at Tirmidzi, Jilid 5, hadits nomor 2641.
Ibnu Majah
berkata, bahwa Abu Bakar bin Abu Syaibah meriwayatkan kepada kami dari
Muhammad bin Bisyir, dari Muhammad bin Amru, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, ia mengatakan, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah
bersabda, “Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok dan umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok.”3
____________________________
3. Diriwayatkan
oleh Ibnu Majah, Jilid 2 hadits nomor 3991. Juga oleh Abu Dawud, Jilid
4, hadits nomor 4596. Diriwayatkan pula oleh Imam at Tirmidzi, Jilid 5,
hadits nomor 2640. Juga oleh Imam Ahmad, Jilid 2 hal. 232. Imam at
Tirmidzi mengatakan bahwa status hadits ini adalah hasan shahih. Dan
Imam al Albani menyebutkannya dalam kitab Shahih Ibnu Majah
Dalam kitab
shahih disebutkan dari hadits al A’masy, dari Abu Ishaq, dari Abu al
Ahwash, dari Abdullah bin Mas’ud, ia mengatakan, bahwa Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya Islam itu berawal dengan kondisi
asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana awal kedatangannya.
Oleh karena itu, beruntunglah bagi orang-orang yang dianggap asing.” Ditanyakan, “Lalu siapakah orang-orang yang berada dalam kondisi terasing itu?” Beliau menjawab, “An Nazaih (orang-orang yang jauh) dari mengagung-agungkan kesukuan.”2
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dari Jalur Anas dan Abu Hurairah.
_____________________________
2. Hadits
shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim, Jilid 1 bab Iman, hadits nomor
232. Juga oleh at Tirmidzi, Jilid 5, hadits nomor 2629. Diriwayatkan
pula oleh Ibnu Majah, Jilid 2, hadits nomor 3986. Juga oleh Imam Ahmad,
Jilid 2 hal 389. Kata thuba bermakna baik dan bagus, serta merupakan
penafsiran dari kata surga dan pohon yang berada di surga. Sedangkan
kata an nazaih dalam riwayat Ibnu Majah diungkapkan dengan redaksi an
nazza. Yakni, yang dimaksud dengan orang-orang asing di sini adalah
mereka yang sengaja meninggalkan keluarga dan kerabat demi mencari
keridhaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar