Tanda-tanda Akhir Zaman

Hari kiamat itu mempunyai tanda, bermulanya dengan tidak laris jualan di pasar, sedikit saja hujan dan begitu juga dengan tumbuh-tumbuhan. Ghibah menjadi-jadi dan merata-rata, memakan riba, banyaknya anak-anak zina, orang kaya diagung-agungkan, orang-orang fasik akan bersuara lantang di masjid, para ahli mungkar lebih banyak menonjol dari ahli haq.Wallahu'alam Bish-shawab


Selasa, 29 Desember 2015

Tanda-tanda Kiamat Dalam Perhatian Sahabat Nabi


Perhatian para sahabat Nabi terhadap tanda-tanda kiamat juga sangat besar. 

Mengikuti perjalanan hidup para sahabat akan menyampaikan kita kepada sebuah pengertian bahwa mereka sangat perhatian terhadap tanda-tanda hari Kiamat. Hari Kiamat merupakan salah satu isu penting yang menyita perhatian mereka dalam berbagai kesempatan yang ada. Hal ini terbukti dari berbagai moment yang kami sebutkan beberapa contohnya, di antaranya adalah:
Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Asid Al-Ghifari ra, dia bertutur:
اطَّلَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ فَقَالَ مَا تَذَاكَرُونَ قَالُوا نَذْكُرُ السَّاعَةَ قَالَ إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ فَذَكَرَ الدُّخَانَ وَالدَّجَّالَ وَالدَّابَّةَ وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُولَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَأَجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَثَلَاثَةَ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنْ الْيَمَنِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ
Ketika kami sedang berdiskusi, Rasulullah saw mendekati kami dan bersabda kepada kami, “Masalah apa yang sedang kalian diskusikan?” Kami pun menjawab, “Kami sedangkan membicarakan perihal hari Kiamat.” Mendengar itu Rasulullah saw bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya hari Kiamat itu tidak akan terjadi, melainkan kalian melihat 10  tanda-tandanya.” Kemudian beliau menyebutkan tanda tersebut sebagai berikut: (munculnya) asap, Dajjal, terbitnya matahari dari sebelah barat, turunnya Isa bin Maryam as, munculnya Ya’juj dan Ma’juj, terjadinya 3 kali gempa bumi, gempa di bumi bagian barat dan timur, kemudian disusul gempa yang terjadi di Semenanjung Arab. Kemudian, sebagai akhirnya bertiuplah api yang berasal dari negeri Yaman yang menggiring manusia menuju tempat yang tempat berkumpul mereka. (HR. Muslim: Al-Fitan wa Asyrâth As-Sâ‘ah, hadits no. 2901. Muslim bi Syarh An-Nawawi, 9/225)
Secara jelas, hadits di atas menyatakan bahwa tema diskusi yang dibicarakan oleh para sahabat berkisar tentang hari Kiamat. Kata ‘mudzakarah’ menunjukkan pembicaraan tersebut berlangsung cukup lama. Demikian juga hadits ini menunjukkan bahwa tema yang sedang mereka bicarakan adalah satu, yaitu tentang hari Kiamat. Maka, Rasulullah saw ikut serta dalam diskusi mereka ini, bahkan beliau menjelaskan tanda-tanda hari Kiamat Kubra.
Mungkan yang mereka bicarakan itu terkait detik-detik menjelang terjadinya hari Kiamat. Dengan demikian Rasulullah saw menjelaskan kepada mereka bahwa hari Kiamat mempunyai tanda-tanda yang besar yang harus terjadi sebelum hari Kiamat tersebut benar-benar terjadi. Pada sisi lain jawaban yang diberikan beliau kepada mereka telah semakin memperluas topik ini untuk didiskusikan terkait tanda-tandanya. Seolah-olah beliau justru menggalakan diskusi ini kepada mereka, bahkan beliau turut memperkaya bahan kajiannya agar mereka semakin bertambah semangat melakukan diskusi.
 
Tanda-tanda Kiamat Dalam Perhatian Sahabat Nabi
Ilustrasi
Diriwayatkan dari Hudzaifah ra, dia berkata:
كُنَّا عِنْدَ عُمَرَ فَقَالَ أَيُّكُمْ يَحْفَظُ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْفِتْنَةِ كَمَا قَالَ قَالَ فَقُلْتُ أَنَا قَالَ إِنَّكَ لَجَرِيءٌ وَكَيْفَ قَالَ قَالَ قُلْتُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ يُكَفِّرُهَا الصِّيَامُ وَالصَّلَاةُ وَالصَّدَقَةُ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ فَقَالَ عُمَرُ لَيْسَ هَذَا أُرِيدُ إِنَّمَا أُرِيدُ الَّتِي تَمُوجُ كَمَوْجِ الْبَحْرِ قَالَ فَقُلْتُ مَا لَكَ وَلَهَا يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِنَّ بَيْنَكَ وَبَيْنَهَا بَابًا مُغْلَقًا قَالَ أَفَيُكْسَرُ الْبَابُ أَمْ يُفْتَحُ قَالَ قُلْتُ لَا بَلْ يُكْسَرُ قَالَ ذَلِكَ أَحْرَى أَنْ لَا يُغْلَقَ أَبَدًا قَالَ فَقُلْنَا لِحُذَيْفَةَ هَلْ كَانَ عُمَرُ يَعْلَمُ مَنْ الْبَابُ قَالَ نَعَمْ كَمَا يَعْلَمُ أَنَّ دُونَ غَدٍ اللَّيْلَةَ إِنِّي حَدَّثْتُهُ حَدِيثًا لَيْسَ بِالْأَغَالِيطِ قَالَ فَهِبْنَا أَنْ نَسْأَلَ حُذَيْفَةَ مَنْ الْبَابُ فَقُلْنَا لِمَسْرُوقٍ سَلْهُ فَسَأَلَهُ فَقَالَ عُمَرُ
Saat itu kami sedang duduk-duduk bersama Umar. Maka berkatalah Umar, “Siapakah di antara kalian yang tahu betul terhadap sabda Rasulullah saw yang berkaitan dengan fitnah?” Maka aku pun menjawab, “Akulah orangnya.” Maka, Umar berkara, “Sungguh, engkau terhadap masalah ini termasuk orang yang berani.” Maka aku pun langsung mengatakan permasalah itu di hadapannya, “(Ketahuilah), fitnah yang menimpa seorang laki-laki terkait keluarga, harta, anak, atau tetangganya dapat dilebur dengan shalat, puasa, sedekah, dan melakukan amar makruf dan nahi munkar.” Umar berkata, “Bukan itu yang aku maksudkan, tetapi fitnah yang menerpa (umat Islam) laksana gelombang samudera.” Maka Hudzaifah berkata, “(Tenang saja) engkau tidak akan mengalami pedihnya fitnah itu, wahai Amirul Mukminin, karena antara fitnah itu dan diri Anda terdapat pintu yang tertutup (yang menghalanginya).” Umar balik bertanya, “Apakah pintu tersebut akan terbuka atau didobrak?’ Hudzaifah menjawab, “Pintu tersebut akan didobrak secara paksa.” Kami (perawi) pun berkata, “Apakah Umar juga mengetahui ‘pintu’ itu?” Hudzaifah menjawab, “Iya, dia pun juga mengetahuinya seperti siang yang akan mendahului malam. Ketahuilah, aku tidak menceritakan hal ini dengan mengada-ada. Biarkan aku pergi untuk bertanya langsung kepada Hudzaifah. Maka kami pun menyuruh Masruq untuk menanyakannya, maka Hudzaifah pun menjawab, ‘Pintu itu adalah Umar’.” (HR. Al-Bukhari, bab: Mawâqit Ash-Shalah, hadits no. 525, Fath Al-Bâri, 2/11. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim: Bab Al-Fitan wa Al-Malâhim, hadits no. 144, Muslim bi Syarh An-Nawawi, 9/215).
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa para sahabat adalah orang-orang yang menduduki tingkatan tertinggi dalam hal agama, mereka sangat menaruh kepedulian terhadap hadits-hadits yang menjabarkan tentang fitnah, bahkan mereka meminta keterangan tentang masalah ini dengan sejelas-jelasnya. Hal ini terbukti dengan pertanyaan Amirul Mukminin Umar ra terkait fitnah yang diumpamakan seperti gelombang samudera. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa para sahabat mendalami kajian ini hingga mendetail. Hadits tersebut dibuka dengan penjelasan Hudzaifah ra tentang fitnah yang menimpa seseorang akibat keluarganya, kemudian hal ini disusul oleh Umar ra yang menanyakan kepadanya tentang fitnah-fitnah yang lain dan secara tegas mencari tahu apakah sesungguhnya fitnah yang dimaksudkannya itu.
Diriwayatkan dari Abu Idris Al-Khaulani, bahwasanya dia mendengar Hudzaifah bin Al-Yaman ra berkata:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw tentang hal-hal yang baik, sedangkan aku menanyakan kepada beliau hal-hal yang buruk karena aku khawatir jika keburukan tersebut akan menimpa diriku. Maka aku pun bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, dulu sewaktu kami di masa jahiliyyah kami dalam kondisi yang amat buruk, kemudian datanglah kebaikan (Islam) ini kepada kami, lantas apakan setelah datangnya kebaikan ini akan datang keburukan lagi?” Beliau menjawab, “Benar.” Kemudian aku bertanya, ‘Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan kembali?” Beliau menjawab, “Benar, di dalamnya ada kabut yang gelap.” Apakah itu, ya Rasulullah?” tanyaku. Beliau menjawab, “Satu kaum yang menyeru bukan dengan petunjukku dan engkau akan mengetahuinya tetapi engkau juga yang mengingkarinya.” Aku bertanya lagi, “Setelah kebaikan tadi, akan datang keburukan?” Beliau menjawab, “Benar, yaitu para penyeru yang memanggil di depan pintu neraka Jahanam. Barangsiapa yang memenuhi ajakannya, niscaya dia akan terjerumus ke dalamnya.” Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku ciri-ciri mereka itu!” Beliau menjawab, “Mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai warna kulit seperti kita dan berbicara dengan bahasa kita.” Aku bertanya lagi, “Apa yang Anda perintahkan jika hal itu terjadi kepada kami?” Beliau menjawab, “Tetaplah engkau bersama jamaah kaum muslimin dan imam mereka.” Aku bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak menemukan masyarakat muslim bersama imamnya?” Beliau menjawab, “Asingkanlah dirimu dan tinggalkan semua kelompok itu, meskipun engkau harus bergelayut di batang pohon hingga ajal menemuimu dengan kondisimu itu.” (HR. Al-Bukhari: Al-Fitan, bab: Kaifa Al-Amr Idzâ Lam Takun Jamâ’ah, hadits no. 7084, Fath Al-Bârî, 13/38)
Hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa betapa para sahabat menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah fitnah, pergolakan, dan tanda-tanda hari Kiamat. Bisa jadi Hudzaifah ra adalah orang yang paling unggul dalam masalah ini, dia banyak menerima rahasia dari Rasulullah saw. Hal ini terbukti dari banyaknya pertanyaan yang diajukannya kepada Rasulullah saw secara detail hingga kepada masalah yang paling pelik sekalipun.
Di samping itu, hadits di atas meninjukkan sikap sabar dan kasih Rasulullah saw kepada para sahabat beliau, di samping beliau sendiri sangat antusias untuk mengobati rasa penasaran sahabatnya itu, menjabarkan detai-detailnya, dan memberikan resep penawar mujarab terhadap setiap penyakit yang menimpanya.
Diriwayatkan dari Ya‘qub bin Ashim bin Urwah bin Mas‘ud Ats-Tsaqafi, bahwasanya dia berkata:
سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو وَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ مَا هَذَا الْحَدِيثُ الَّذِي تُحَدِّثُ بِهِ تَقُولُ إِنَّ السَّاعَةَ تَقُومُ إِلَى كَذَا وَكَذَا فَقَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ أَوْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهُمَا لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ لَا أُحَدِّثَ أَحَدًا شَيْئًا أَبَدًا إِنَّمَا قُلْتُ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدَ قَلِيلٍ أَمْرًا عَظِيمًا يُحَرَّقُ الْبَيْتُ وَيَكُونُ وَيَكُونُ
Aku mendengar seseorang datang menemui Abdullah bin Amr seraya berkata, “Apa yang sedang engkau bicarakan itu? Bukankah engkau yang mengatakan bahwa hari Kiamat akan terjadi jika ada ini dan itu.” Maka Abdullah bin Amr menjawab, “Subhânallâh atau Lâ ilaha illallâh, atau kalimat yang semisal, aku telah bertekad untuk tidak membicarakan masalah ini kepada orang lain selamanya dan aku hanya berkata bahwa sebentar lagi kalian akan melihat peristiwa yang amat dahsyat: Baitullah akan terbakar dan terjadilah apa yang terjadi.” (HR. Muslim, Al-Fitan, hadits no. 2940, Muslim bi Syarh An-Nawawi, 9/267)
Dari redaksi hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasanya Abdullah bin Amr rhuma adalah salah seorang sahabat yang paling banyak membicarakan masalah masa depan yang bersumber dari Rasulullah saw. Sedangkan para sahabat yang lain salah paham dan memutarbalikkan makna sehingga Abdullah bin Amr rhuma sempat berkeinginan untuk tidak menceritakan lagi hadits-hadits tersebut kepada siapapun.
Di samping itu, hadits di atas juga menunjukkan perhatian Abdullah bin Amr rhuma yang sangat besar terhadap hadits-hadits yang menyinggung tentang tanda-tanda hari Kiamat. Bahkan dia melakukan interpretasi terhadap tanda-tanda tersebut untuk disesuaikan dengan realita pada masanya.
Diriwayatkan dari Yusair bin Jabir, dia berkata:
هَاجَتْ رِيحٌ حَمْرَاءُ بِالْكُوفَةِ فَجَاءَ رَجُلٌ لَيْسَ لَهُ هِجِّيرَى إِلَّا يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ جَاءَتْ السَّاعَةُ قَالَ فَقَعَدَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ إِنَّ السَّاعَةَ لَا تَقُومُ حَتَّى لَا يُقْسَمَ مِيرَاثٌ وَلَا يُفْرَحَ بِغَنِيمَةٍ ثُمَّ قَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَنَحَّاهَا نَحْوَ الشَّأْمِ
Bertiuplah angin merah dari arah negeri Kufah, maka datanglah seorang laki-laki yang tidak berteriak tetapi hanya bersuara keras seraya berkata, “Wahai Ibnu Mas‘ud, hari Kiamat telah datang!” (Perawi hadits berkata, “Kemudian Ibnu Mas‘ud duduk tegak padahal semula dia bersandar) Ibnu Mas‘ud berkata “Ketahuilah, hari Kiamat tidak akan terjadi hingga harta waris tidak dibagikan (menurut yang semestinya dalam ilmu mawarits), serta orang-orang tidak merasa senang dengan harta bagian rampasannya.” Kemudian dia menunjukkan tangannya seperti ini (ke arah Syam ). (HR. Al-Bukhari, Al-‘Ilm, Hifzh Al-‘Ilm, hadits no. 120, Fath Al-Bârî, 1/260)
Kutipan hadits di atas merupakan potongan dari hadits yang panjang dan akan kami ulas seutuhnya dalam pembahasan tentang Imam Mahdi dalam topik peperangan akhir zaman. Adapun bukti yang terdapat dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa Abdullah bin Mas‘ud ra adalah salah seorang sahabat yang paham betul akan perjalanan yang akan dilalui oleh umat Islam. Maka dari itu dia sama sekali tidak terpengaruh dengan kabar yang diberitahukan oleh orang tersebut tentang peristiwa yang terjadi di sana-sini.
Dari atsar tersebut terlihat jelas diketahui bahwa orang tersebut datang dengan membawa kabar bahwa angin merah yang menjadi tanda terjadinya hari Kiamat telah bertiup dari arah kota Kufah. Namun Ibnu Mas‘ud ra hanya berubah posisi dengan perasaan yang tenang dan menyatakan bahwa hari Kiamat tidak akan terjadi, kecuali setelah terjadi berbagai peristiwa yang menjadi tanda kedatangannya. Mungkin, hal yang paling penting untuk disimpulkan dari kandungan atsar ini adalah 2 hal berikut ini:
Pertama, perhatian sahabat yang begitu besar terhadap tanda-tanda hari Kiamat serta mereka mampu mendiskripsikan tahapan-tahapan yang akan dilalui hingga hari Kiamat benar-benar terjadi.
Kedua, pentingnya mengetahui tanda-tanda hari Kiamat hingga berbagai pemahaman tidak berceceran atau menginterpretasikan suatu peristiwa dengan yang tidak semestinya, atau bahkan menggugurkan salah satu tanda dari tanda-tanda hari Kiamat.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya dia berkata:
حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِعَاءَيْنِ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا الْبُلْعُومُ
Aku menyimpan dari apa yang disampaikan Rasulullah saw kepadaku dalam 2 wadah: satu di antaranya aku kabarkan kepada semua orang, sedangkan yang satunya lagi, andai aku menyebarkannya kepada orang lain, niscaya urat leher ini akan putus.[1]
Sudah masyhur apabila Abu Hurairah ra adalah seorang sahabat yang paling banyak hafal hadits-hadits Rasulullah saw. Dalam riwayat ini dia menceritakan bahwa dirinya menampung apa yang diterimanya dari Rasulullah saw dalam dua wadah. Maksudnya adalah 2 ilmu yang harus disendirikan. Mayoritas ulama peneliti hadits mensinyalir bahwa satu wadah yang dirahasiakan oleh Abu Hurairah ra itu adalah hadits-hadits yang menyinggung tentang fitnah, pergolakan, dan tanda-tanda kedatangan hari Kiamat. Ini menunjukkan bahwa dia adalah sahabat yang menaruh perhatian sangat besar terhadap masalah fitnah dan yang lainnya sehingga dia menjadikan hafalannya dalam dua kelompok yang disendirikan.
Kesimpulan:
Jika Allah melalui firman-Nya, Rasulullah melalui sabdanya, dan para sahabat yang notabene sempat hidup pada masa kenabian saja sangat menaruh perhatian terhadap tanda-tanda tibanya hari Kiamat, maka untuk kita yang hidup di masa sekarang ini tentunya harus menaruh perhatian yang lebih besar lagi dan mengetahui hingga sedetail-detailnya atas berbagai periode zaman yang kita lalui, lebih-lebih jarak kita dengan masa kenabian sudah sangat begitu jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar