Tanda-tanda Akhir Zaman

Hari kiamat itu mempunyai tanda, bermulanya dengan tidak laris jualan di pasar, sedikit saja hujan dan begitu juga dengan tumbuh-tumbuhan. Ghibah menjadi-jadi dan merata-rata, memakan riba, banyaknya anak-anak zina, orang kaya diagung-agungkan, orang-orang fasik akan bersuara lantang di masjid, para ahli mungkar lebih banyak menonjol dari ahli haq.Wallahu'alam Bish-shawab


Selasa, 29 Desember 2015

Nama Lain Kiamat yang Digunakan untuk Mengkaji Tanda-tanda Akhir Zaman


Kiamat Memiliki Istilah-istilah Lainnya

Kiamat yang harus diimani oleh setiap muslim, sering disebut dengan istilah-istilah lain. Baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Nah, berikut ini saya nukilkan apa yang dibahas oleh Dr. Ahmad Al-Mubayadh dalam bukunya Mausu’ah Fitnah wal malahim wa asyaratus sa’ah yang telah diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia dengan judul Ensiklopedi Akhir Zaman tentang berbagai istilah yang disebutkan sebagai nama lain dari kiamat. Yang nama-nama tersebut sering digunakan untuk membahas tentang tanda-tanda kiamat dan akhir zaman.

Berikut ini apa yang dijelaskan oleh Dr. Ahmad Mubayadh.

Istilah-istilah yang Berkaitan Dengan Kajian Tanda-tanda Hari Kiamat

Sebagaimana yang diketahui, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan kajian tanda-tanda hari Kiamat yang lebih baik diketahui terlebih dahulu oleh para pengkaji agar dapat mengetahui maksudnya dengan benar. Beberapa istilah yang sangat penting untuk diketahui, antara lain: al-asyrâth, al-amarât, al-ayat, lâ taqum as-sâ‘ah, al-fitan, dan al-malâhim.

Akan kami bahas secara ringkas empat istilah yang pertama, sedangkan definisi al-fitan dan al-malahim kami bahas dalam pasal tersendiri.

1. Al-Asyrâth
Kata ini merupakan kata yang terdapat dalam Al-Qur’an. Maka dari itu, di sini akan kami mulai menjabarkan maksud dari kata ini.

a. Tinjuan Bahasa
Kata asy-syarâth dengan di-fathah huruf ra’-nya mempunyai arti tanda. Sedangkan bentuk jamaknya adalah al-asyrâth. Dengan demikian jika diungkapkan kata al-isytirâth—bentuk derivasi dari as-syarath—maka yang dimaksudkan adalah tanda-tanda yang lazim dijadikan manusia untuk menjelaskan sesuatu. (Ibnu Manzhur, Lisân Al-‘Arab, 7/329)

b. Definisi
Berdasarkan makna akar bahasanya, asyrâth as-sâ‘ah maksudnya adalah tanda-tanda yang dapat diketahui bagi terjadinya hari Kiamat. Menurut pendapat yang lain, “Arti yang dimaksudkan dengan istilah ini adalah tahapan-tahapan atau permulaan-permulaan yang menunjukkan dekatnya hari Kiamat.” Menurut pendapat ulama lain, “Kata ini digunakan untuk menunjukkan peristiwa-peristiwa kecil yang terjadi sebelum peristiwa yang paling besar dan benar-benar terjadi sebagai tanda-tanda bagi dekatnya kedatangan hari Kiamat.” (An-Nawawi, Muslim bi Syarh An-Nawawi (1/175) dan Ibnu Atsir, An-Nihâyah fî Gharîb Al-Ahâdits (2/460)).

Dengan demikian, menurut makna yang terakhir ini, penggunaan istilah al-asyrâth berarti peristiwa-peristiwa kecil yang menunjukkan dekatnya hari Kiamat. Atau, setidaknya tanda-tanda ini menunjukkan bahwa hari Kiamat masih agak jauh. Maka dari itu, Al-Qur’an menggunakan kata ini untuk menunjukkan tanda-tanda hari Kiamat yang dimulai dengan terutusnya Rasulullah saw, sebuah kata yang menunjukkan bahwa hari Kiamat masih agak jauh.
2. Al-Amarât
Kata al-amarât terdapat dalam beberapa redaksi hadits yang di antaranya adalah hadits Jibril. Dalam redaksi tersebut, kata al-amarât sering digunakan, namun kadang juga menggunakan al-asyrâth.

a. Tinjauan Bahasa
Kata al-amarah, dengan di-fathah huruf hamzah-nya makna asalnya adalah tanda kecil terbuat dari batu yang dipergunakan oleh orang-orang yang berdiam di gurun sebagai petunjuk arah. Dengan demikian kata al-amarah berarti tanda atau waktu yang sudah ditentukan. (Ibnu Manzhur, Lisân Al-‘Arab (4/32) dan Ibnu Atsir, An-Nihâyah fî Gharîb Al-Ahâdits (1/67)).

b. Definisi
Dari akar bahasanya, dapat diketahui bahwa kata al-amarah berarti penunjukkan terhadap ciri sesuatu atau waktu yang telah ditentukan bagi sebuah peristiwa. Dalam penggunaan bahasa, kata tersebut ungkapkan untuk menunjukkan tanda-tanda kecil, bukannya tanda-tanda yang besar. Salah satu alasannya adalah dengan digunakannya kata ini untuk menunjukkan sebuah tanda kecil yang terbuat dari batu yang digunakan oleh para pelintas gurun sebagai petunjuk arah.

3. Al-Ayât

a. Tinjauan Bahasa
Kata al-ayat bermakna petunjuk atas kebenaran akan terjadinya sesuatu, atau bisa juga bermakna peristiwa ajaib yang bisa dijadikan ibrah. (Ibnu Manzhur, Lisân Al-‘Arab (14/61)).

b. Definisi
Barang siapa yang mencermati penggunaan Nabi saw terhadap kata ini, maka dia akan mendapati bahwasanya beliau selalu menyertakannya dalam penjelasan tanda-tanda yang besar bagi terjadinya hari Kiamat. Contohnya: 10 (sepuluh) tanda yang pernah beliau sabdakan. Seolah-olah penggunaan kata ini menunjuk pada perkara atau peristiwa besar sebelum terjadinya hari Kiamat. Dengan demikian, kata al-ayat ini berbeda sekali maknanya dengan kata al-asyrâth dan al-amarât dalam kandungan makna yang ditunjukkannya sebagaimana yang dijelaskan maknanya dalam penggunaan bahasa.

Dalam kata al-ayat terangkum 3 arti, yaitu: pertanda, petunjuk, dan sesuatu yang menakjubkan. Maksudnya, al-ayat diungkapkan untuk menunjukkan berbagai petunjuk yang pasti dan sangat kuat bagi terjadinya hari Kiamat yang maknanya jauh berbeda dengan 3 istilah sebelumnya dan di dalamnya mengandung arti sebuah perkara yang menakjubkan yang tidak terangkum dalam kandungan dua kata sebelumnya. Maka dari itu, penggunaan kata ini untuk menunjukkan perkara-perkara yang besar yang sama sekali tidak diperselisihkan tentang kejadiannya. Adapun mengenai sifat menakjubkan yang menjadi ciri peristiwa yang disertai penggunaan kata ini, hal ini terkandung pada sisi peristiwa tersebut yang sama sekali tidak diduga sebelumnya.

4. Sabda Nabi saw: “Lâ tuqum as-sâ‘ah” (Hari Kiamat Tidak Akan Terjadi)
Kadang ungkapan Nabi saw ini dipahami sebagian orang, bahwa hari Kiamat akan terjadi secara langsung setelah tanda-tandanya terjadi di muka bumi. Pemahaman ini justru keliru dalam konteks kalimat tersebut, sebab berbagai tanda hari Kiamat telah banyak terjadi dalam beberapa abad silam, namun toh, hari Kiamat tak kunjung datang.

Yang benar maksud yang diinginkan dari sabda Rasulullah saw dengan menggunakan ungkapan ini adalah penjelasan bahwa peristiwa tersebut pasti akan terjadi di kehidupan dunia. Artinya kehancuran dunia tidak dapat digambarkan sebelum semua kabar yang diberitakan terlaksana. Inilah pemahaman yang benar mengenai ungkapan ini, bukan sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa orang.

5. Definisi Al-‘Alamât Ash-Shughra dan Al-‘Alamât Al-Kubra
Orang yang mencermati hadits-hadits al-alamat akan mengetahui bahwa penggunaan kedua terma ini tidak secara jelas dibedakan rinciaannya, apakah suatu pertanda merupakan pertanda shughra, sedangkan tanda yang lainnya adalah pertanda kubra. Yang jelas kata ini dipergunakan untuk menunjukkan semua pertanda yang dikabarkan oleh Rasulullah saw dalam beberapa hadits yang berkaitan erat dengan terjadinya hari Kiamat atau kehancuran dunia tanpa membedakan mana yang shughra dan mana yang kubra.

Adapun asal-usul terma sughra dan kubra ini datang dari para ulama. Dapat dikatakan bahwa kedua terma ini bukanlah berasal dari Nabi saw, tetapi hanyalah buah pikir para ulama. Di sini muncul pertanyaan, dari manakah para ulama tersebut mengambil istilah ini sebagaimana yang termaktub dalam banyak literatur yang membahas mengenai fitnah?

Kami menduga terma ini lahir dari pengertian secara bahasa sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, yaitu apabila Nabi saw menggunakan kata al-ayat dalam penjabarannya terhadap tanda-tanda hari Kiamat, maka yang dimaksudkan adalah tanda kubra (pertanda yang besar). Sedangkan apabila dalam ungkapannya itu Rasulullah saw menggunakan istilah al-amarât atau al-‘alamât maka yang dimaksudkan adalah tanda-tanda shughra (kecil).

Menurut dugaan kami, pembagian ini menemukan urgensinya dari hasil penelitian yang kemudian didapati bahwa Nabi saw membedakan pemakaian kata dalam memberikan penjelasan terhadap tanda-tanda hari Kiamat. Dalam hadits Rasulullah saw dijelaskan bahwa 10 tanda tersebut masuk dalam kategori al-ayat, yang menunjukkan bahwa tanda-tanda ini berbeda jauh dari tanda-tanda yang lain. Adakalanya hal itu disebabkan oleh betapa pentingnya tanda tersebut, karena tanda tersebut merupakan hal yang amat agung, atau dahsyat akibatnya dan sangat merata, atau bahkan karena tanda atau kejadian tersebut tidak dapat diterima akal dan melanggar batas-batas hukum alam.

Satu lagi pertanyaan yang mengusik dua terma ini: apakah semua pertanda shughra harus terjadi terlebih dahulu sebelum pertanda kubra terjadi?

Yang benar dalam permasalahan ini adalah tidak harus disyaratkan demikian. Orang yang memperhatikan berbagai tanda-tanda hari Kiamat, maka dia akan mendapati bahwa ada beberapa pertanda shughra terjadi setelah pertanda kubra. Runtuhnya Ka‘bah, misalnya, terjadi setelah munculnya Ya’juj dan Ma’juj, Dajjal, dan turunnya Isa as ke dunia. Demikian juga tersebarnya perzinaan secara terang-terangan di jalan-jalan, diangkatnya (hilangnya) Al-Qur’an, serta berbagai pertanda yang lain.

Sesuai yang kami sebutkan, di sini kami katakan, bahwa sebagian tanda-tanda hari Kiamat itu ada yang berbentuk shughra dan ada pula yang berbentuk kubra dan tanda-tanda tersebut secara simultan berkairan erat satu sama lain. Namun realitanya menyatakan bahwa pertanda shughra benar-benar telah terjadi sampai sekarang ini, kecuali beberapa pertanda shughra lainnya yang belum terjadi. Bisa kami katakan, bahwa pertanda itu sebagai awalan bagi terjadinya pertanda kubra atau bisa juga pertanda sughra tersebut mengiringinya, seperti keringnya sungai Eufrat dan akhir dari risalah Islam pada akhir zaman sebelum terjadi kehancuran dunia secara sempurna.
Demikian apa yang Dr. Ahmad Mubayadh terangkan dalam buku beliau. Dari keterangan inilah kita mengetahui berbagai istilah tentang kiamat yang sering digunakan dalam mengkaji tanda-tanda kiamat. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar