Kiamat Memiliki Istilah-istilah Lainnya
Kiamat yang harus diimani oleh setiap muslim, sering
disebut dengan istilah-istilah lain. Baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Nah, berikut ini saya nukilkan apa yang dibahas oleh Dr. Ahmad Al-Mubayadh
dalam bukunya Mausu’ah Fitnah wal malahim wa asyaratus sa’ah yang telah
diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia dengan judul Ensiklopedi Akhir
Zaman tentang berbagai istilah yang disebutkan sebagai nama lain dari
kiamat. Yang nama-nama tersebut sering digunakan untuk membahas tentang
tanda-tanda kiamat dan akhir zaman.
Berikut ini apa yang dijelaskan oleh Dr. Ahmad
Mubayadh.
Istilah-istilah yang Berkaitan Dengan Kajian Tanda-tanda Hari Kiamat
Sebagaimana yang diketahui, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan
kajian tanda-tanda hari Kiamat yang lebih baik diketahui terlebih dahulu oleh
para pengkaji agar dapat mengetahui maksudnya dengan benar. Beberapa istilah
yang sangat penting untuk diketahui, antara lain: al-asyrâth, al-amarât,
al-ayat, lâ taqum as-sâ‘ah, al-fitan, dan al-malâhim.
Akan kami bahas secara ringkas empat istilah yang
pertama, sedangkan definisi al-fitan dan al-malahim kami bahas dalam pasal
tersendiri.
Kata ini merupakan kata yang terdapat dalam Al-Qur’an. Maka dari itu, di
sini akan kami mulai menjabarkan maksud dari kata ini.
a. Tinjuan Bahasa
Kata asy-syarâth dengan di-fathah huruf ra’-nya
mempunyai arti tanda. Sedangkan bentuk jamaknya adalah al-asyrâth. Dengan
demikian jika diungkapkan kata al-isytirâth—bentuk derivasi dari as-syarath—maka
yang dimaksudkan adalah tanda-tanda yang lazim dijadikan manusia untuk
menjelaskan sesuatu. (Ibnu Manzhur, Lisân Al-‘Arab, 7/329)
b. Definisi
Berdasarkan makna akar bahasanya, asyrâth as-sâ‘ah maksudnya adalah
tanda-tanda yang dapat diketahui bagi terjadinya hari Kiamat. Menurut pendapat
yang lain, “Arti yang dimaksudkan dengan istilah ini adalah tahapan-tahapan
atau permulaan-permulaan yang menunjukkan dekatnya hari Kiamat.” Menurut
pendapat ulama lain, “Kata ini digunakan untuk menunjukkan peristiwa-peristiwa
kecil yang terjadi sebelum peristiwa yang paling besar dan benar-benar terjadi
sebagai tanda-tanda bagi dekatnya kedatangan hari Kiamat.” (An-Nawawi, Muslim bi Syarh An-Nawawi (1/175) dan Ibnu Atsir,
An-Nihâyah fî Gharîb Al-Ahâdits (2/460)).
Dengan demikian, menurut makna yang terakhir ini, penggunaan istilah al-asyrâth
berarti peristiwa-peristiwa kecil yang menunjukkan dekatnya hari Kiamat.
Atau, setidaknya tanda-tanda ini menunjukkan bahwa hari Kiamat masih agak jauh.
Maka dari itu, Al-Qur’an menggunakan kata ini untuk menunjukkan tanda-tanda
hari Kiamat yang dimulai dengan terutusnya Rasulullah saw, sebuah kata
yang menunjukkan bahwa hari Kiamat masih agak jauh.
2. Al-Amarât
Kata al-amarât terdapat dalam beberapa redaksi hadits yang di
antaranya adalah hadits Jibril. Dalam redaksi tersebut, kata al-amarât
sering digunakan, namun kadang juga menggunakan al-asyrâth.
a. Tinjauan Bahasa
Kata al-amarah, dengan di-fathah huruf hamzah-nya
makna asalnya adalah tanda kecil terbuat dari batu yang dipergunakan oleh
orang-orang yang berdiam di gurun sebagai petunjuk arah. Dengan demikian kata al-amarah
berarti tanda atau waktu yang sudah ditentukan. (Ibnu Manzhur, Lisân Al-‘Arab (4/32) dan Ibnu Atsir, An-Nihâyah
fî Gharîb Al-Ahâdits (1/67)).
b. Definisi
Dari akar bahasanya, dapat diketahui bahwa kata al-amarah berarti
penunjukkan terhadap ciri sesuatu atau waktu yang telah ditentukan bagi sebuah
peristiwa. Dalam penggunaan bahasa, kata tersebut ungkapkan untuk menunjukkan
tanda-tanda kecil, bukannya tanda-tanda yang besar. Salah satu alasannya adalah
dengan digunakannya kata ini untuk menunjukkan sebuah tanda kecil yang terbuat
dari batu yang digunakan oleh para pelintas gurun sebagai petunjuk arah.
a. Tinjauan Bahasa
Kata al-ayat bermakna petunjuk atas kebenaran akan terjadinya
sesuatu, atau bisa juga bermakna peristiwa ajaib yang bisa dijadikan ibrah. (Ibnu Manzhur, Lisân Al-‘Arab (14/61)).
b. Definisi
Barang siapa yang mencermati penggunaan Nabi saw terhadap kata ini, maka
dia akan mendapati bahwasanya beliau selalu menyertakannya dalam penjelasan
tanda-tanda yang besar bagi terjadinya hari Kiamat. Contohnya: 10 (sepuluh)
tanda yang pernah beliau sabdakan. Seolah-olah penggunaan kata ini menunjuk
pada perkara atau peristiwa besar sebelum terjadinya hari Kiamat. Dengan
demikian, kata al-ayat ini berbeda sekali maknanya dengan kata al-asyrâth
dan al-amarât dalam kandungan makna yang ditunjukkannya sebagaimana yang
dijelaskan maknanya dalam penggunaan bahasa.
Dalam kata al-ayat terangkum 3 arti, yaitu: pertanda, petunjuk, dan
sesuatu yang menakjubkan. Maksudnya, al-ayat diungkapkan untuk
menunjukkan berbagai petunjuk yang pasti dan sangat kuat bagi terjadinya hari
Kiamat yang maknanya jauh berbeda dengan 3 istilah sebelumnya dan di dalamnya
mengandung arti sebuah perkara yang menakjubkan yang tidak terangkum dalam
kandungan dua kata sebelumnya. Maka dari itu, penggunaan kata ini untuk
menunjukkan perkara-perkara yang besar yang sama sekali tidak diperselisihkan
tentang kejadiannya. Adapun mengenai sifat menakjubkan yang menjadi ciri
peristiwa yang disertai penggunaan kata ini, hal ini terkandung pada sisi
peristiwa tersebut yang sama sekali tidak diduga sebelumnya.
Kadang ungkapan Nabi saw ini dipahami sebagian orang, bahwa hari Kiamat
akan terjadi secara langsung setelah tanda-tandanya terjadi di muka bumi.
Pemahaman ini justru keliru dalam konteks kalimat tersebut, sebab berbagai
tanda hari Kiamat telah banyak terjadi dalam beberapa abad silam, namun toh,
hari Kiamat tak kunjung datang.
Yang benar maksud yang diinginkan dari sabda Rasulullah saw dengan
menggunakan ungkapan ini adalah penjelasan bahwa peristiwa tersebut pasti akan
terjadi di kehidupan dunia. Artinya kehancuran dunia tidak dapat digambarkan
sebelum semua kabar yang diberitakan terlaksana. Inilah pemahaman yang benar
mengenai ungkapan ini, bukan sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa orang.
Orang yang mencermati hadits-hadits al-alamat akan mengetahui bahwa
penggunaan kedua terma ini tidak secara jelas dibedakan rinciaannya, apakah
suatu pertanda merupakan pertanda shughra, sedangkan tanda yang lainnya adalah
pertanda kubra. Yang jelas kata ini dipergunakan untuk menunjukkan semua
pertanda yang dikabarkan oleh Rasulullah saw dalam beberapa hadits yang
berkaitan erat dengan terjadinya hari Kiamat atau kehancuran dunia tanpa
membedakan mana yang shughra dan mana yang kubra.
Adapun asal-usul terma sughra dan kubra ini datang dari para ulama. Dapat
dikatakan bahwa kedua terma ini bukanlah berasal dari Nabi saw, tetapi hanyalah
buah pikir para ulama. Di sini muncul pertanyaan, dari manakah para ulama
tersebut mengambil istilah ini sebagaimana yang termaktub dalam banyak
literatur yang membahas mengenai fitnah?
Kami menduga terma ini lahir dari pengertian secara bahasa sebagaimana
yang telah kami jelaskan sebelumnya, yaitu apabila Nabi saw menggunakan kata al-ayat
dalam penjabarannya terhadap tanda-tanda hari Kiamat, maka yang dimaksudkan
adalah tanda kubra (pertanda yang besar). Sedangkan apabila dalam ungkapannya
itu Rasulullah saw menggunakan istilah al-amarât atau al-‘alamât
maka yang dimaksudkan adalah tanda-tanda shughra (kecil).
Menurut dugaan kami, pembagian ini menemukan urgensinya dari hasil
penelitian yang kemudian didapati bahwa Nabi saw membedakan pemakaian kata
dalam memberikan penjelasan terhadap tanda-tanda hari Kiamat. Dalam hadits
Rasulullah saw dijelaskan bahwa 10 tanda tersebut masuk dalam kategori al-ayat,
yang menunjukkan bahwa tanda-tanda ini berbeda jauh dari tanda-tanda yang lain.
Adakalanya hal itu disebabkan oleh betapa pentingnya tanda tersebut, karena
tanda tersebut merupakan hal yang amat agung, atau dahsyat akibatnya dan sangat
merata, atau bahkan karena tanda atau kejadian tersebut tidak dapat diterima
akal dan melanggar batas-batas hukum alam.
Satu lagi pertanyaan yang mengusik dua terma ini: apakah semua pertanda
shughra harus terjadi terlebih dahulu sebelum pertanda kubra terjadi?
Yang benar dalam permasalahan ini adalah tidak harus disyaratkan demikian.
Orang yang memperhatikan berbagai tanda-tanda hari Kiamat, maka dia akan
mendapati bahwa ada beberapa pertanda shughra terjadi setelah pertanda kubra.
Runtuhnya Ka‘bah, misalnya, terjadi setelah munculnya Ya’juj dan Ma’juj,
Dajjal, dan turunnya Isa as ke dunia. Demikian juga tersebarnya perzinaan
secara terang-terangan di jalan-jalan, diangkatnya (hilangnya) Al-Qur’an, serta
berbagai pertanda yang lain.
Sesuai yang kami sebutkan, di sini kami katakan, bahwa sebagian
tanda-tanda hari Kiamat itu ada yang berbentuk shughra dan ada pula yang
berbentuk kubra dan tanda-tanda tersebut secara simultan berkairan erat satu
sama lain. Namun realitanya menyatakan bahwa pertanda shughra benar-benar telah
terjadi sampai sekarang ini, kecuali beberapa pertanda shughra lainnya yang
belum terjadi. Bisa kami katakan, bahwa pertanda itu sebagai awalan bagi terjadinya
pertanda kubra atau bisa juga pertanda sughra tersebut mengiringinya, seperti
keringnya sungai Eufrat dan akhir dari risalah Islam pada akhir zaman sebelum
terjadi kehancuran dunia secara sempurna.
Demikian apa yang Dr. Ahmad Mubayadh terangkan dalam
buku beliau. Dari keterangan inilah kita mengetahui berbagai istilah tentang
kiamat yang sering digunakan dalam mengkaji tanda-tanda kiamat. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar