Banyak
sekali orang yang tertipu dan keliru kemudian mengira jika bangsa jin
mengetahui yang ghaib, terutama bagi mereka yang terjun dalam kancah
sihir dan perdukunan. Akibatnya, kepercayaan dan ketergantungan mereka
terhadap jin sangatlah besar sehingga menggiring mereka kepada
kekufuran. Simak bahasan berikut.
Mempercayai hal-hal yang ghaib merupakan salah satu syarat dari benarnya keimanan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الم.
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ. الَّذِيْنَ
يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ. وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ
إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِاْلآخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ.
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Alif
laam miim. Kitab (Al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk
bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang
ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami
anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab
(Al-Qur`an) yang diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelummu. Serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)
akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb mereka,
dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Al-Baqarah: 1-5)
Ghaib adalah segala sesuatu yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh manusia,
seperti surga, neraka dan apa yang ada di dalamnya, alam malaikat, hari
akhir, alam langit dan yang lainnya yang tidak bisa diketahui manusia
kecuali bila ada pemberitaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Lihat
Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 1/53)
Alam
jin dan wujud jin dalam bentuk asli seperti yang telah Allah Subhanahu
wa Ta’ala ciptakan adalah ghaib bagi kita. Namun golongan jin dapat
berubah-ubah bentuk dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan amat
mungkin bagi mereka melakukan penampakan, sehingga kita dapat melihatnya
dalam wujud yang bukan aslinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ
“Sesungguhnya ia (setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al-A’raf: 27)
Dari
Abu As-Sa`ib, maula Hisyam bin Zuhrah, beliau bercerita bahwa dirinya
pernah berkunjung ke rumah Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu,
katanya: “Aku mendapatinya tengah mengerjakan shalat, akupun duduk
menunggunya hingga beliau selesai. Tiba-tiba aku mendengar adanya
gerakan pada bejana tempat minum yang ada di pojok rumah. Aku menoleh ke
arahnya dan ternyata ada seekor ular. Aku segera meloncat untuk
membunuhnya, namun Abu Sa’id memberi isyarat kepadaku agar aku duduk.
Ketika ia selesai dari shalatnya, ia menunjuk ke sebuah rumah yang ada
di kampung itu sambil berkata: ‘Apakah engkau lihat rumah itu?’ ‘Ya,’
jawabku. Ia kemudian menuturkan, ‘Dahulu yang tinggal di rumah itu
adalah seorang pemuda yang baru saja menjadi pengantin. Kala itu kami
berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Khandaq
dan pemuda itupun ikut bersama kami. Saat tengah hari, pemuda itu
meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
pulang menemui istrinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengizinkannya sambil berpesan: ‘Bawalah senjatamu karena aku khawatir
engkau bertemu dengan orang-orang dari Bani Quraidhah.’ Pemuda itu
mengambil senjatanya, kemudian pulang menemui istrinya. Setibanya di
rumah, ternyata istrinya sedang berdiri di antara dua daun pintu. Ia
mengarahkan tombaknya kepada istrinya untuk melukainya karena merasa
cemburu karena istrinya berada di luar rumah. Istrinya berkata
kepadanya: “Tahan dulu tombakmu, dan masuklah ke dalam rumah sehingga
engkau akan tahu apa yang menyebabkan aku sampai keluar rumah!”
Pemuda
itu masuk, dan ternyata terdapat seekor ular besar yang melingkar di
atas tempat tidur. Pemuda itu lantas menghunuskan tombaknya dan
menusukkannya pada ular tersebut. Setelah itu, ia keluar dan menancapkan
tombaknya di dinding rumah. Ular itu (yang belum mati, red.)
menyerangnya dan terjadilah pergumulan dengan ular tersebut. Tidak
diketahui secara pasti mana di antara keduanya yang lebih dahulu mati,
ular atau pemuda itu.’
Abu
Sa’id radhiallahu ‘anhu melanjutkan ceritanya: ‘Kami menghadap
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan kejadian itu
kepadanya dan kami sampaikan kepada beliau: ‘Mohonlah kepada Allah agar
menghidupkannya demi kebahagiaan kami.’ Beliau menjawab: ‘Mohonlah ampun
untuk shahabat kalian itu!’
Selanjutnya
beliau bersabda: ‘Sesungguhnya di Madinah terdapat golongan jin yang
telah masuk Islam, maka jika kalian melihat sebagian mereka –dalam wujud
ular– berilah peringatan tiga hari. Dan apabila masih terlihat olehmu
setelah itu, bunuhlah ia, karena sebenarnya dia adalah setan.” (HR. Muslim no. 2236 dan 139 dari Abu Sa`ib, maula Hisyam bin Zuhrah)1
Para Rasul Tidak Mengetahui yang Ghaib
Telah
disebutkan sebelumnya bahwa sekumpulan jin datang kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian mendengarkan bacaan Al-Qur`an.
Ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui kehadiran
mereka kecuali setelah sebuah pohon memberitahunya –dan Allah Subhanahu
wa Ta’ala Maha Kuasa untuk menjadikan pohon dapat berbicara– seperti
yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari shahabat Ibnu
Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak mengetahui
perkara ghaib kecuali yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan.
(Nashihati li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ
لاَ أَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْبَ
وَلاَ أَقُوْلُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوْحَى
إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي اْلأَعْمَى وَالْبَصِيْرُ أَفَلاَ
تَتَفَكَّرُوْنَ
“Katakanlah:
‘Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku,
dan tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan
kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa
yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah: ‘Apakah sama orang yang buta
dengan orang yang melihat?’ Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” (Al-An’am: 50)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
قُلْ
لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ
وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا
مَسَّنِيَ السُّوْءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُوْنَ
“Katakanlah:
‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula
menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku
mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya
dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman’.” (Al-A’raf: 188)
Para Malaikat Tidak Mengetahui yang Ghaib
Kendatipun
para malaikat adalah mahluk yang dekat di sisi Allah Subhanahu wa
Ta’ala, namun untuk urusan ghaib ternyata mereka pun tidak
mengetahuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman saat pertama kali
hendak menciptakan manusia:
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي اْلأَرْضِ خَلِيْفَةً
قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ
وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا
لاَ تَعْلَمُوْنَ. وَعَلَّمَ آدَمَ اْلأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ
عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُوْنِي بِأَسْمَاءِ
هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ. قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ
لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Dan
ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata:
‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah
berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.’
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang
yang benar!’ Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.” (Al-Baqarah: 30-32)
Kaum Jin Tidak Mengetahui yang Ghaib
Banyak
sekali orang yang tertipu dan keliru kemudian mengira jika bangsa jin
mengetahui yang ghaib, terutama bagi mereka yang terjun dalam kancah
sihir dan perdukunan. Akibatnya, kepercayaan dan ketergantungan mereka
terhadap jin sangatlah besar sehingga menggiring mereka kepada
kekufuran.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tegas telah mementahkan anggapan ini dalam firman-Nya:
فَلَمَّا
قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلاَّ
دَابَّةُ اْلأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ
الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُوْنَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي
الْعَذَابِ الْمُهِيْنِ
“Maka
tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang
menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan
tongkatnya. Maka tatkala ia tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau
sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam
siksa yang menghinakan.” (Saba`: 14)
Manusia Tidak Dapat Mengetahui Alam Ghaib
Jika
para rasul yang merupakan utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
menyampaikan syariat-Nya kepada manusia tidak mengetahui hal yang ghaib
sedikitpun, maka sudah tentu manusia secara umum tidak ada yang dapat
mengetahui alam ghaib atau menjangkau batasan-batasannya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan agar mengimani perkara yang
ghaib dengan keimanan yang benar.
Keyakinan
seperti ini agaknya sudah mulai membias. Apalagi saat ini banyak sekali
orang yang menampilkan dirinya sebagai narasumber untuk urusan-urusan
yang ghaib, mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan masa
depan seseorang, dari mulai jodoh, karir, bisnis, atau yang lainnya.
Kata
‘dukun’ barangkali sekarang ini jarang didengar dan bahkan serta merta
mereka akan menolak bila dikatakan dukun. Dalihnya, apalagi kalau bukan
seputar “Kami tidak meminta syarat-syarat apapun kepada anda”, “Kami
tidak menyuruh memotong ayam putih”, dan sebagainya. Padahal praktek
seperti itu adalah praktek dukun juga. Bedanya, dukun sekarang ini
berpendidikan sehingga bahasa yang digunakannya pun bahasa-bahasa
ilmiah, sehingga mereka jelas enggan disebut dukun.
Tak
ada seorang pun yang dapat melihat dan mengetahui perkara ghaib,
menentukan ini dan itu terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi di
masa datang. Jika toh bisa, itu semata-mata bantuan dan tipuan dari
setan, sehingga dusta bila itu dihasilkan dari latihan dan olah jiwa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ
صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ ظَنَّهُ فَاتَّبَعُوْهُ إِلاَّ فَرِيْقًا
مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. وَمَا كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلاَّ
لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِاْلآخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ مِنْهَا فِي شَكٍّ
وَرَبُّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيْظٌ
“Dan
sesungguhnya Iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya
terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang
yang beriman. Dan tidak adalah kekuasaan Iblis terhadap mereka,
melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada
adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu-ragu tentang hal itu. Dan
Rabbmu Maha Memelihara segala sesuatu.” (Saba`: 20-21)
Ada
pula sebagian manusia yang memiliki aqidah rusak, di mana mereka
meyakini adanya sebagian orang yang keberadaannya ghaib dari pandangan
manusia, dan biasanya identik dengan orang-orang yang dianggap telah
suci jiwanya. Mereka mengistilahkannya dengan roh suci atau rijalul
ghaib.
Ketahuilah
bahwa tidak ada istilah manusia ghaib. Tidak ada pula istilah rijalul
ghaib di tengah-tengah manusia. Rijalul ghaib itu tiada lain adalah jin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ اْلإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا
“Dan
bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu
menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Al-Jin: 6) (Lihat Qa’idah ‘Azhimah, hal. 152)
Alam
ghaib tetaplah ghaib, sesuatu yang tidak bisa diketahui dan dilihat
manusia kecuali apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
عَالِمُ
الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى
مِنْ رَسُوْلٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ
رَصَدًا
“(Dia
adalah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang
diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga
(malaikat) di muka dan di belakangnya.” (Al-Jin: 26-27)
Kunci-kunci Ghaib adalah Milik Allah Subhanahu wa Ta’ala Semata
Sesungguhnya
tak ada seorangpun yang mengetahui perkara ghaib dan hal-hal yang
berhubungan dengannya, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah banyak menegaskan hal ini dalam Al-Qur`an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُوْنَ أَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ
“Katakanlah:
‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara
yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan
dibangkitkan.” (An-Naml: 65)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ
اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي اْلأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat, dan
Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.
Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (Luqman: 34)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
ذَلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ
“Yang demikian itu ialah Rabb Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (As-Sajdah: 6)
Dalam ayat lainnya:
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ
“Allah
berfirman: ‘Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu
lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?’.” (Al-Baqarah: 33)
Banyak
sekali dalil-dalil yang berhubungan dengan masalah ini. Namun mungkin
yang disebutkan di sini, sudah dapat mewakili bahwa Allah-lah yang
mengetahui hal ihwal alam ghaib. Sedangkan manusia, tak ada yang bisa
mengetahui dan melihatnya kecuali apa-apa yang telah Allah Subhanahu wa
Ta’ala kuasakan.
Mudah-mudahan semua uraian-uraian di atas bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa Mujiibas sa`iliin.
Wal ’ilmu ‘indallah.
1
Terjadi perbedaan pendapat dalam hal membunuh ular yang berada di
rumah. Sebagian ulama berpendapat bahwa pemberian peringatan terlebih
dahulu itu hanya berlaku di Madinah, adapun di tempat selainnya bisa
langsung dibunuh. Ini adalah pendapat Al-Imam Malik, dan yang dikuatkan
oleh Al-Maziri. Sebagian yang lain berpendapat bahwa pemberian
peringatan terlebih dahulu bersifat umum, bukan hanya di Madinah.
Kecuali ular Al-Abtar yakni yang berekor pendek dan Dzu Thufyatain, yang
mempunyai dua garis lurus berwarna putih di punggungnya, boleh langsung
dibunuh walaupun di rumah.