Polemik berita datangnya Imam Mahdi selalu actual untuk diulas dan
dibicarakan. Pasalnya, masalah ini hingga kini masih menjadi buah bibir
di kalangan kaum muslimin, khususnya kaum pelajar dan intelektual.
Ironis memang, tatkala melihat orang yang bukan bidangnya ikut andil
terjun menangani kontroversi masalah prinsip ini, sehingga bukannya
menyembuhkan, tetapi justru malah meruwetkan masalah.
Beragam komentar pro kontra bermunculan seputar masalah Mahdi di akhir
zaman. Betapa banyak para penulis dan penceramah berani menegaskan
dengan penuh percaya diri, tanpa ragu sedikitpun: “Hadits-hadits tentang
Mahdi seluruhnya palsu, hanya karangan politisi Syi’ah”!!. Sebaliknya,
tak sedikit juga kalangan yang berkomentar dengan mantap: “Si anu adalah
Mahdi yang ditunggu-tunggu”. Padahal dia tidak mengerti ciri-ciri Mahdi
yang hakiki.
Syariat sejatinya telah gamblang menjelaskan definisi dan menyuguhkan
gambaran akan sosok Al-Imam Al-Mahdi. Namun bersemainya penyimpangan tak
pelak menjadikan gambaran Al-Imam Al-Mahdi itu menjadi kabur.
Beriman akan Munculnya
Telah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengimani segala yang
diberitakan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di
mana ini menjadi konsekuensi persaksian kita: “Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.” Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوا
ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا
وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang benar melainkan Allah dan agar mereka beriman
kepada apa yang kubawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka telah
melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Adapun
perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Shahih, HR. Muslim, Kitabul
Iman Bab Al-Amru bi Qitalin Nas Hatta.)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tegaskan:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)
Ini menunjukkan wajibnya beriman dengan segala yang diberitakan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berita yang terkait
dengan apa yang telah lalu atau yang akan datang. Termasuk di antaranya
adalah akan munculnya Al-Imam Al-Mahdi.
Berita akan munculnya sosok penegak sunnah nan adil itu telah
disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak
hadits. Bahkan tak sedikit dari para ulama yang menyatakan bahwa
haditsnya mencapai derajat mutawatir secara makna, sehingga tiada lagi
celah bagi siapapun untuk mengingkarinya. Di antara ulama yang
menyatakan kemutawatiran hadits-haditsnya adalah Abul Hasan Muhammad bin
Husain As-Sijzi (wafat 363 H), Muhammad Al-Barzanji (wafat 1103 H),
As-Safarini, As-Sakhawi, Asy-Syaukani, Shiddiq Hasan Khan, Al-Kattani,
dan lain-lain rahimahumullah.
Dan para ulama yang menyebutkan keshahihan hadits tentang Al-Mahdi
sangat banyak, dari kalangan ulama terdahulu maupun belakangan.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu telah menyebutkan sebagian nama
mereka, di antaranya 16 ulama yang saya sebutkan sebagiannya: Abu Dawud,
Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyyah, Adz-Dzahabi, Ibnul Qayyim, dan Ibnu Hajar
rahimahumullah.
Sehingga ini menjadi salah satu akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
As-Safarini mengatakan: “Telah banyak riwayat yang menyebutkan akan
munculnya Al-Mahdi sehingga mencapai derajat mutawatir secara makna. Dan
itu telah tersebar di kalangan Ahlus Sunnah sehingga teranggap sebagai
aqidah mereka….” –beliau menyebut hadits, atsar serta nama para sahabat
yang meriwayatkannya, lalu beliau berkata– “Dan telah diriwayatkan dari
para sahabat yang disebutkan dan selain mereka dengan riwayat yang
banyak, juga dari para tabi’in setelah mereka, yang dengan semua itu
memberi faedah ilmu yang pasti. Maka mengimani munculnya Mahdi adalah
wajib sebagaimana telah ditetapkan oleh para ulama dan tertulis dalam
akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, 2/84)
Hadits Tentang akhir zaman.
Masih dalam Musnad Ahmad, mari kita simak hadits yang mungkin jarang
atau belum pernah dikaji oleh kelompok Sunni era modern saat ini.
عن رسول الله (صلى الله عليه و اله وسلم):
يحكم الحجاز رجل اسمه اسم حيوان, إذا رأيته حسبت في عينه الحول من البعيد,
وإذا اقتربت منه لاترى في عينه شيئاً, يخلفه أخ له اسمه عبدالله. ويل
لشيعتنا منه, أعادها ثلاثاً ؛ بشروني بموته أبشركم بظهور الحجة وان صح فما
هي مصادره
Rosulullah Saw: “Hijaz akan diperintah oleh seorang pria yang namanya
adalah nama binatang, ketika Anda melihatnya dari kejauhan, anda akan
berpikir ia memiliki mata sayu, dan jika Anda mendekatinya, Anda tidak
melihat ada masalah di matanya. Dia akan digantikan oleh saudara
laki-lakinya, bernama Abdullah. Celakalah mengikutinya! Celakalah
mengikutinya! Celakalah mengikutinya! – Beliau mengulanginya tiga kali –
Beri aku kabar baik tentang kematiannya, maka aku akan memberikan kabar
baik tentang munculnya hujjah (Al Mahdi).” (Musnad Ahmad-di cetakan
terbaru hadits ini dihilangkan Kerajaan Saudi krn politik, tapi hadits
serupa masih ada dalam kitab Al-Khira'ah wal Jira'ah jilid 3 hal. 1163,
dan Mu'jam Ahadits Imam Al Mahdi 3/445)
Muncullah huru hara di timur tengah
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ
حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيمَتَانِ يَكُونُ
بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ وَحَتَّى
يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبٌ مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ
يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ وَحَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ
الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ
الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ وَحَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ فَيَفِيضَ
حَتَّى يُهِمَّ رَبَّ الْمَالِ مَنْ يَقْبَلُ صَدَقَتَهُ وَحَتَّى
يَعْرِضَهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ الَّذِي يَعْرِضُهُ عَلَيْهِ لَا أَرَبَ لِي
بِهِ وَحَتَّى يَتَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبُنْيَانِ وَحَتَّى يَمُرَّ
الرَّجُلُ بِقَبْرِ الرَّجُلِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي مَكَانَهُ وَحَتَّى
تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا فَإِذَا طَلَعَتْ وَرَآهَا النَّاسُ
يَعْنِي آمَنُوا أَجْمَعُونَ فَذَلِكَ حِينَ{ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا
إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي
إِيمَانِهَا خَيْرًا }وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ نَشَرَ
الرَّجُلَانِ ثَوْبَهُمَا بَيْنَهُمَا فَلَا يَتَبَايَعَانِهِ وَلَا
يَطْوِيَانِهِ وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ انْصَرَفَ الرَّجُلُ
بِلَبَنِ لِقْحَتِهِ فَلَا يَطْعَمُهُ وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَهُوَ
يُلِيطُ حَوْضَهُ فَلَا يَسْقِي فِيهِ وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ
رَفَعَ أُكْلَتَهُ إِلَى فِيهِ فَلَا يَطْعَمُهَا
(BUKHARI - 6588 ) : Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah
mengabarkan kepada kami Syu'aib telah menceritakan kepada kami Abu Az
Zanad dari 'Abdurrahman dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hari kiamat tidak akan terjadi
sehingga dua kelompok besar terjadi pembunuhan besar-besaran padahal
ajakan keduanya satu,hingga muncul para pendusta yang kurang lebihnya
tiga puluh, kesemuanya mengaku ia utusan Allah, hingga ilmu diangkat,
banyak keguncangan, zaman terasa singkat, fitnah muncul dimana-mana, dan
banyak alharaj, yaitu pembunuhan, hingga ditengah-tengah kalian harta
melimpah ruah dan berlebihan, sehingga pemilik harta mencari-cari orang
yang mau menerima sedekahnya, sampai ia menawar-nawarkan sedekahnya,
namun orang yang ditawari mengelak seraya mengatakan ' Aku tak butuh
sedekahmu', sehingga manusia berlomba-lomba meninggikan bangunan,
sehingga seseorang melewati kuburan seseorang dan mengatakan; 'Aduhai
sekiranya aku menggantikannya', hingga matahari terbit dari sebelah
barat, padahal jika matahari telah terbit dari sebelah barat dan manusia
melihatnya, mereka semua beriman, pada saat itulah sebagaimana ayat;
'Ketika itu tidak bermanfaat lagi bagi seseorang keimanannya, yang ia
belum beriman sebelumnya atau belum mengerjakan kebaikan dengan
keimanannya." (QS. Al an'am 15 ) dan hari kiamat terjadi ketika dua
orang telah menyerahkan kedua bajunya tetapi keduanya tidak jadi
melakukan jual beli, keduanya tidak jadi melipatnya, dan hari kiamat
terjadi sedang seseorang telah pulang membawa susu sapinya tetapi tidak
jadi ia meminumnya, dan hari kiamat terjadi ketika seseorang memperbaiki
kolam (tempat minum) nya tetai dia tak jadi meminumnya, dan hari kiamat
terjadi sedang seseorang telah mengangkat suapannya tetapi dia tidak
jadi menyantapnya."
Dua kelompok besar tersebut seperti yang terjadi antara Syiah dan Sunni pada saat ini. Astaghfirullahadzim.
TEKS DAN TAKHRIJ HADITS
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmatimu- bahwa
hadits-hadits tentang datangnya Imam Mahdi banyak sekali, ada yang
shahih, hasan, dha’if bahkan maudhu’. Untuk menyeleksinya perlu
penelitian ahli hadits. Berikut kami paparkan beberapa contoh hadits
yang shahih mengenai kedatangan Imam Al-Mahdi:
1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ – قَالَ زَائِدَةُ فِي
حَدِيْثِهِ – لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيْهِ
رَجُلاً مِنِّي – أَوْ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي – يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي
وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِي، يَمْلَأُ اْلأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا
مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
“Bila tidak tersisa dari dunia kecuali satu hari –Za`idah (salah seorang
rawi) mengatakan dalam haditsnya– tentu Allah akan panjangkan hari
tersebut, sehingga Allah utus padanya seorang lelaki dariku –atau dari
keluargaku–. Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya seperti nama
ayahku. Ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah
dipenuhi dengan kedzaliman dan keculasan.” (Hasan Shahih, HR. Abu Dawud,
Shahih Sunan no. 4282; sanadnya jayyid menurut Ibnul Qayyim
rahimahullahu dalam Al-Manarul Munif; At-Tirmidzi no. 2230, 2231; Ibnu
Hibban no. 6824, 6825)
Orang yang meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ada dua:
1. Zirr bin Khubaisy
Riwayat Abu Daud: 4282, Tirmidzi: 2230, 2231, Ahmad 1/376, 377, 430,
448, Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 10/10213-10230 dan Al-Mu’jam
Ash-Shaghir hal. 245, Abu Nuaim dalam Al-Hilyah dan Al-Khatib
dalamTarikh Baghdad.
Imam Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”. Imam Adz-Dzahabi menshahihkannya
dalam At-Talkhis 4/442 dan disetujui oleh Syaikh Al-Albani.
2. Alqomah (bin Martsyad)
Riwayat Ibnu Majah: 4082 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/264.
Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”.
2. Dari ‘Ali (bin Abi Thalib) radhiyallahu ‘anhudari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ الدَّهْرِ إِلاَّ يَوْمٌ لَبَعَثَ اللهُ رَجُلاً
مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَمْلَؤُهَا عَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا
“Bila tidak tersisa dari masa ini kecuali satu hari, tentu Allah akan
munculkan seorang lelaki dari ahli baitku (keluargaku) yang akan
memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi
dengan kecurangan.” (Shahih, HR. Abu Dawud no. 4283 Kitab Al-Mahdi dan
ini adalah lafadznya, Ibnu Majah no. 4085, Kitabul Fitan Bab Khurujul
Mahdi)
Orang yang meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ada dua:
1. Muhammad bin Hanafiyyah
Riwayat Ibnu Majah: 4085, Ahmad 1/84, Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa: 470,
Ibnu Adi dalam Al-Kamil 2/360 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 3/177 dari
Yasin Al-Ijli dari Ibrahim bin Muhammad bin Hanafiyyah dari ayahnya.
Sanad hadits ini hasan. Seluruh perawinya terpercaya kecuali Yasin yaitu
Ibnu Syaiban, haditsnya hasan. Namun dia tidak sendirian, dia dikuatkan
oleh Salim bin Abu Hafshah (haditsnya hasan) sebagaimana riwayat Abu
Nuaim dalam Akhbar Ashbahan 1/170 sehingga hadits ini naik kepada
derajat shahih.
2. Abu Thufail
Riwayat Abu Daud: 4283, Ahmad 1/99 dengan lafadz seperti hadits Abdullah bin Mas’ud.
Syaikh Adzim Abadi berkata dalam Aunul Ma’bud 11/251: “Sanadnya hasan dan kuat”. Dan dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir
3. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه و سلم: الْمَهْدِيْ مِنِّيْ أَجْلَى الْجَبْهَةِ
أَقْنَى الأَنْفِ يَمْلأَ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ
جَوْرًا وَظُلْمًا وَ يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِيْنَ
Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al-Mahdi adalah dari
keturunanku, berdahi lebar dan berhidung mancung, dia memenuhi bumi
dengan keadilan sebagaimana sebelumnya terpenuhi dengan kedhaliman dan
dia berkuasa selama tujuh tahun lamanya”.
(Hasan, HR. Abu Dawud no. 4285 dan ini lafadznya, Ibnu Majah no. 4083,
At-Tirmidzi, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a Fil Mahdi no. 2232, Ibnu Hibban
no. 6823, 6826 dan Al-Hakim no. 8733, 8734, 8737)
Orang yang meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri ada dua:
1. Abu Nadhrah
Riwayat Abu Daud: 4285 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/556 dari jalur
Imran Al-Qaththan dari Qotadah dari Abu Nadhrah dengannya.
Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat Muslim”. Dan
disetujui Adz-Dzahabi. Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”.
2. Abu Ash-Shiddiq
Riwayat Tirmidzi: 2232, Ibnu Majah: 4083, Ahmad 3/21 dan Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak 4/557 dari jalur Zaid Al-‘Ummi dari Abu Ash-Shiddiq.
Imam Tirmidzi berkata: “Haditsnya hasan”.
Al-Hakim berkata: “Shahih menurut syarat Muslim”. Dan disetujui Adz-Dzahabi dan Al-Albani.
4. Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى
الله عليه و سلم يَقُوْلُ : الْمَهْدِيْ مِنْ عِتْرَتِيْ مِنْ وَلَدِ
فَاطِمَةَ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al-Mahdi adalah dari
keturunanku dari anak keturunan Fathimah”.
(Shahih, HR. Abu Dawud dan ini lafadznya, Shahih Sunan no. 4284, Ibnu Majah no. 4086, dan Al-Hakim no. 8735, 8736)
Riwayat Abu Daud: 4284, Ibnu Majah: 4086, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak
4/557, Abu Amr Ad-Dani dalam As-Sunan Al-Waridah fil Fitan: 99-100 dan
Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa: 139, 300 dari jalur Ziyad bin Bayan dari
Ali bin Nufail dari Said bin Musayyib dari Ummu Salamah secara marfu’.
Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya jayyid (bagus), seluruh rawinya terpercaya”.
5. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟
“Bagaimana dengan kalian jika turun kepada kalian putra Maryam,
sementara imam kalian dari kalian?”(Shahih, HR. Al-Bukhari, Kitab
Ahaditsul Anbiya` Bab Nuzul ‘Isa ibni Maryam, no. 3449; Muslim dalam
Kitabul Iman Bab Fi Nuzul Ibni Maryam, 2/369, 390)
6. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ
ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ
مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ
لَنَا، فَيَقُوْلُ: لاَ، إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ
تَكْرِمَةَ اللهِ هَذِهِ اْلأُمَّةَ
“Masih tetap sekelompok dari umatku berperang di atas kebenaran. Mereka
unggul sampai hari kiamat, lalu turun ‘Isa putra Maryam. Maka pemimpin
mereka mengatakan: ‘Kemari, jadilah imam kami.’ Ia menjawab: ‘Tidak,
sebagian kalian adalah pemimpin atas sebagian yang lain, sebagai
kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.” (Shahih, HR. Muslim dalam Kitabul
Iman Bab La Tazal Tha`ifah min Ummati, 2/370, no. 393)
Hadits-hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim ini menunjukkan dua hal:
Pertama: Ketika turunnya ‘Isa bin Maryam dari langit, yang memegang kepemimpinan muslimin ketika itu adalah seorang dari mereka.
Kedua: Keberadaan pemimpin mereka untuk shalat, lalu ia mengimami
muslimin, serta permintaannya kepada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam saat
turunnya untuk mengimami mereka. Ini semua menunjukkan keshalihan
pemimpin tersebut dan bahwa ia berada di atas petunjuk.
Dan (dalam hadits) itu walaupun tidak ada penegasan dengan lafadz
Al-Mahdi, tetapi menunjukkan sifat orang yang shalih yang mengimami
muslimin di waktu itu. Dan terdapat hadits-hadits dalam kitab-kitab
Sunan maupun Musnad serta lainnya, yang menerangkan bahwa hadits-hadits
yang ada dalam dua kitab shahih itu menunjukkan bahwa orang shalih
tersebut bernama Muhammad bin Abdullah dari keturunan Al-Hasan bin ‘Ali,
yang disebut dengan Al-Mahdi. Dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam itu sebagiannya menerangkan sebagian yang lain. Di antara hadits
yang menunjukkan hal itu adalah hadits yang diriwayatktan oleh Al-Harits
ibnu Abi Usamah dalam Musnad-nya dengan sanadnya dari Jabir
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمُ الْمَهْدِيُّ:
تَعَالَ، صَلِّ بِنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ، إِنَّ بَعْضَهُمْ أَمِيْرُ بَعْضٍ،
تَكْرِمَةُ اللهِ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ
“Isa putra Maryam turun, lalu pemimpin mereka Al-Mahdi mengatakan:
‘Imamilah kami’. Ia menjawab: ‘Sesungguhnya sebagian mereka pemimpin
bagi sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.”
Hadits ini dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitabnya
Al-Manarul Munif: “Sanadnya bagus.” (Abdul Muhsin Al-‘Abbad, ‘Aqidatu
Ahlil Atsar. Lihat pula Ash-Shahihah, no. 2236)
Demikianlah beberapa contoh hadits yang shahih tentang kedatangan Imam
Al-Mahdi. Bagi saudara yang ingin memperluas hadits-hadits lainnya,
silahkan membaca kitab Al-Idha’ah Lima Kana wa Maa Yakunu Baina Yadai
As-Sa’ah oleh Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan dan Al-Urful Wardi oleh Imam
As-Suyuthi. Wallahu A’lam.
Haditsnya Mutawatir
Melihat begitu banyaknya hadits tentang kedatangan Imam Mahdi, maka para
pakar ilmu hadits menetapkan bahwa hadits-haditsnya mencapai derajat
mutawatir, diantaranya adalah Imam Abul Hasan Al-Aaburri, as-Sakhawi
dalam Fathul Mughits 3/43, asy-Syaukani dalam At-Taudhih fi Tawaturi Maa
Jaa fil Muntadhar wad Dajjal wal Masih, Shiddiq Hasan Khan dalam
al-Idha’ah hal. 112, As-Saffarini dalam Lawami’ Anwar 2/84, Syaraful Haq
Adzim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/243, al-Kattani dalam Nadhmul
Mutanatsir hal. 147, al-Barazanji dalam Al-Isya’ah li Asyrat As-Saa’ah
hal. 87, Muhammad Habibullah Asy-Syinqithi dalam Al-Muqni’ Al-Muharrir
hal. 30, al-Albani dalam Majalah Tamaddun Islami 22/646 -sebagaimana
dalam Maqalat Al-Albani hal. 110-, Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu
Fatawanya 4/98-99, dll.
Para Ulama Yang Menshahihkan
Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah 4/41 menyebutkan lima belas nama
ulama yang menshahihkan hadits-hadits-hadits tentang Mahdi, bahkan
sebagian mereka menegaskan tentang kemutawatirannya. Syaikh Muhammad bin
Ahmad bin Ismail menulis sebuah kitab berjudul “Al-Mahdi Haqiqah Laa
Khurafah”. Pada hal. 35-36 beliau menyebutkan daftar nama ulama yang
menshahihkan hadits-hadits tentang Mahdi, baik para ulama dahulu maupun
sekarang:
al-Uqaili
al-Aburri
as-Suhaili
al-Khaththabi
al-Baihaqi
Ibnu Atsir
al-Haitsami
Ibnu Hibban
Ibnul Jauzi
al-Mundziri
Ibnu Taimiyyah
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
adz-Dzahabi
Ibnu Katsir
Ibnul Arabi
ash-Shan’ani
al-Munawi
al-Mubarakfuri
Syamsul Haq Abadi
al-Haitami
al-Ajluni
az-Zurqani
Ibnu Hajar
ash-Shabban
Shiddiq Hasan Khan
as-Sindi
as-Suyuthi
Ali al-Qari
al-Kattani
abu Su’ud
abul Ala’ Iraqi
as-Sakhawi
as-Saffarini
al-Qasthalani
al-Bushiri
al-Kisymiri
Abdur Rahman asy-Syaibani
al-Qurthubi
asy-Syakani
as-Samruzi
Muhammad al-Faasi
Jalaluddin Yusuf
Abu Zaid al-Qasimi
Ahmad Syakir
Abu Abdir Rahman
al-Albani
Abdul Qadir al-Farisi
Muhammad Abu Syuhbah
al-Mar’I Hanbali
Humud at-Tuwaijiri
Muhammad Basyir as-Sahsawani
Abdul Aziz bin Baz
Abdul Qadir Salim
Muhammad Husain Makhluf
Habibullah as-Syinqithi
Sayyid Sabiq
Manshur Ali Nashif
Muhammad Amin as-Sinqithi
Dan masih banyak lagi lainnya.
Barangsiapa yang mencoba untuk menyelisihi mereka, maka hendaknya
meletakkan mereka dalam suatu timbangan kemudian meletakkan dirinya
dalam timbangan, kemudian bercermin dengan keadilan . Semoga Allah
merahmati seorang yang mengetahui kadar dirinya sendiri.
أُوْلَئِكَ آبَائِيْ فَجِئْنِيْ بِمِثْلِهِمْ
إِذَا جَمَعَتْنَا يَا جَرِيْرُ الْمَجَامِعُ
Merekalah orang tuaku, maka datangkanlah padaku semisal mereka
Apabila perkumpulan mengumpulkan kita wahai Jarir.
Kesepakatan Ulama
Berdasarkan dalil-dalil yang sangat jelas di atas, maka seluruh ulama
terpercaya bersepakat bahwa turunnya Isa kelak di akhir zaman merupakan
aqidah Islam yang wajib diimani oleh setiap muslim. Diantara para ulama
yang menegaskan kesepakatan tersebut adalah Imam As-Saffarini dalam
Lawami’ul Anwar 2/84, kata beliau: “Iman terhadap kedatangan Mahdi
merupakan kewajiban sebagaimana ditetapkan oleh ahli ilmu sehingga
dikategorikan termasuk aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah”.
Beberapa Kitab Khusus Tentang Al-Mahdi
Begitu seriusnya masalah penting ini, maka sebagian peneliti hadits menulis secara khusus. Diantaranya:
Imam Abu Nuaim Al-Ashbahani rahimahullah menulis sebuah kitab berjudul
“Akhbar Al-Mahdi” sebagaimana disebutkan Imam Suyuthi dalam Al-Urful
Wardi 2/64 -Al-Hawi-.
Al-Hafizh Ibnu Abi Khaitsamah rahimahullah mengumpulkan hadits-hadits
tentang Al-Mahdi dalam sebuah kitab sebagaimana disebutkan Ibnu Khuldun
dalam Muqaddimah Tarikhnyahal. 556.
Al-Hafizh Jalaluddin Ash-Suyuthi rahimahullah dalam bukunya yang
berjudul “Al-Urful Wardi fi Akhbar Al-Mahdi” telah dicetak bersama
Al-Hawi lil Fatawi 2/57.
Al-Hafizh Ibnu Kasir rahimahullah menulis risalah khusus tentang
Al-Mahdi sebagaimana beliau sebutkan dalam kitabnya An-Nihayah 1/30.
Syaikh Ali Al-Muttaqi Al-Hindi rahimahullah memiliki risalah khusus
tentang Al-Mahdi sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Isya’ah li Asyrat
Sa’ah hal. 121.
Syaikh Mula Ali Al-Qari rahimahullah menulis kitab berjudul “Al-Masyrab
Al-Wardi fi Madzhab Al-Mahdi” sebagaimana dalam Al-Isya’ah hal. 113.
Al-Hafizh Asy-Syaukani rahimahullah dalam risalahnya “At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja’a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih”.
Al-Allamah Ash-Shan’ani rahimahullah dalam telah mengumpulkan
hadits-hadits tentang kedatangan Al-Mahdi sebagaimana disebutkan Shiddiq
Hasan Khan dalamAl-Idha’ah hal. 114
Syaikh Abdul Alim Abdul Adzim rahimahullah menulis sebuah
risalah“Al-Ahadits Al-Waridhah fi Al-Mahdi fi Mizan Al-Jarh wa
At-Ta’dil”. Risalah ini adalah referensi yang paling luas tentang
Al-Mahdi sebagaimana dikatakan oleh Al-Allamah Syaikh Abdul Muhsin
Al-Abbad dalam Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyyah edisi 45 hal. 323.
Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad rahimahullah dalam risalahnya
“Aqidah Ahli Sunnah wal Atsar fi Al-Mahdi Al-Muntahdar” dan “Ar-Raddu
‘ala Man Kadzdzaba bil Ahadits As-Shahihah Al-Waridah fi Al-Mahdi”. Dan
keduannya telah tercetak.
Nama Al-Imam Al-Mahdi dan Nasabnya
Nama beliau adalah Muhammad atau Ahmad bin Abdullah. Seperti dalam
hadits yang lalu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan:
“Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya sesuai dengan nama
ayahku.”
Dia dari keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana
disebutkan dalam riwayat: “Dari ahli baitku.” (HR. Abu Dawud, no. 4282
dan 4283). Dalam riwayat lain: “Dari keluarga terdekatku (‘itrah-ku).”
(HR. Abu Dawud, no. 4284). Dalam riwayat lain: “Dariku.” (HR. Abu Dawud
no. 4285) dari jalur perkawinan ‘Ali bin Abu Thalib dan Fathimah bintu
Rasulillah. Sebagaimana dalam hadits yang lalu dikatakan: “Seseorang
dari keluargaku” dan “dari anak keturunan Fathimah.” (HR. Abu Dawud no.
4284)
Oleh karenanya, Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Dia adalah
Muhammad bin Abdillah Al-‘Alawi (keturunan Ali) Al-Fathimi (keturunan
Fathimah) Al-Hasani (keturunan Al-Hasan). Allah Subhanahu wa Ta’ala
memperbaikinya dalam satu malam yakni memberinya taubat, taufik,
memberinya pemahaman serta bimbingan padahal sebelumnya tidak seperti
itu.” (An-Nihayah fil Malahim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah
Syamilah)
Sifat Fisiknya
Di antara sifat fisiknya adalah sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu Dawud (no. 4285) dan yang lain:
أَجْلَى الْجَبْهَةِ Artinya, “Tersingkap rambutnya dari arah kepala bagian depan,” atau “Dahinya lebar.”
أَقْنَى اْلأَنْفِ “Hidungnya mancung, ujungnya tajam, bagian tengahnya agak naik.”
Al-Qari mengatakan: “Maksudnya, beliau tidak pesek, karena yang demikian adalah bentuk yang tidak disukai.”
Menebar Keadilan
Di antara sifat Al-Mahdi adalah bahwa ia menebar keadilan dan
melenyapkan kedzaliman serta keculasan. Sebagaimana tersebut dalam
hadits: “Memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi
dengan kezhaliman.” (HR. Abu Dawud no. 4282, 4283, 4285)
Sehingga disebutkan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda:
يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ إِنْ قَصَرَ فَسَبْعٌ وَإِلاَّ
فَتِسْعٌ فَتَنْعَمُ فِيْهِ أُمَّتِي نِعْمَةً لَمْ يَنْعَمُوا مِثْلَهَا
قَطُّ تُؤْتَى أُكُلَهَا وَلاَ تَدَّخِرُ مِنْهُمْ شَيْئًا وَالْمَالُ
يَوْمَئِذٍ كُدُوْسٌ فَيَقُوْمُ الرَّجُلُ فَيَقُوْلُ: يَا مَهْدِيُّ
أَعْطِنِي. فَيَقُولُ: خُذْ
“Akan datang pada umatku Al-Mahdi bila masanya pendek maka tujuh tahun,
kalau tidak maka 9 tahun. Maka umatku pada masa itu diberi kenikmatan
dengan kenikmatan yang tidak pernah mereka rasakan yang semacam itu sama
sekali. Mereka diberi rizki yang luas. Mereka tidak menyimpan sesuatu
pun. Harta saat itu berlimpah sehingga seseorang bangkit dan mengatakan:
‘Wahai Mahdi, berilah aku.’ Diapun menjawab: ‘Ambillah’.” (Hasan, HR.
Ibnu Majah no. 4083, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi, 4/412, dan
Al-Hakim no. 8739. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menghasankannya)
Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan:
فَيَجِيْءُ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَيَقُوْلُ: يَا مَهْدِيُّ، أَعْطِنِي،
أَعْطِنِي. قَالَ: فَيَحْثِي لَهُ فِي ثَوْبِهِ مَا اسْتَطَاعَ أَنْ
يَحْمِلَهُ
“Sehingga datang kepadanya seseorang seraya mengatakan: ‘Wahai Mahdi,
berilah aku, berilah aku.’ Nabi mengatakan: “Maka Mahdi menuangkan
untuknya di pakaiannya sampai ia tidak dapat membawanya.”
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Di masanya, buah-buahan banyak.
Tanam-tanaman lebat, harta benda melimpah. Penguasa benar-benar
berkuasa, agama menjadi tegak, musuh menjadi hina, kebaikan terwujud di
masanya terus-menerus.” (An-Nihayah Fil-Malahim 1/18, Program Maktabah
Syamilah)
Dalam riwayat Al-Hakim, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَخْرُجُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ يُسْقِيْهِ اللهُ الْغَيْثَ،
وَتُخْرِجُ اْلأَرْضُ نَبَاتَهَا، وَيُعْطِي الْمَالَ صِحَاحًا، وَتَكْثُرُ
الْمَاشِيَةُ وَتَعْظُمُ اْلأُمَّةُ، يَعِيْشُ سَبْعاً أَوْ ثَمَانِيًا –
يَعْنِيْ حِجَجًا –
“Muncul di akhir umatku Al-Mahdi. Allah menyiramkan hujan, sehingga bumi
mengeluarkan tanamannya. Ia membagi harta secara merata. Binatang
ternak semakin banyak, umat pun menjadi besar. Ia hidup selama 7 atau 8
–yakni tahun–.”(HR. Al-Hakim, Kitabul Fitan wal Malahim no. 8737. Beliau
mengatakannya sebagai hadits yang shahih sanadnya, dan disepakati oleh
Adz-Dzahabi dan Ibnu Khaldun. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu
mengatakan: “Sanadnya shahih.” Lihat Ash-Shahihah, 4/40, hadits no.
1529)
Waktu Munculnya
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi disebutkan:
“Ketahuilah, yang sudah dikenal di kalangan seluruh pemeluk Islam
sepanjang masa bahwa di akhir zaman pasti muncul seorang dari ahlul bait
(keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang membela agama dan
menebarkan keadilan, serta diikuti oleh muslimin. Ia juga menguasai
kerajaan-kerajaan Islam. Ia dijuluki Al-Mahdi. Juga tentang keluarnya
Dajjal serta tanda-tanda kiamat sesudahnya yang terdapat dalam kitab
Shahih, muncul setelahnya. Dan bahwa kemunculan ‘Isa juga setelahnya,
kemudian beliau membunuh Dajjal. Atau ‘Isa turun setelahnya lalu
membantunya untuk membunuh Dajjal kemudian bermakmum kepada Mahdi dalam
shalatnya.” (Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi)
At-Tirmidzi rahimahullahu meriwayatkan dari Zir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي
“Dunia tidak akan lenyap hingga seorang dari keluargaku menguasai bangsa
Arab. Namanya sesuai dengan namaku.” (HR. At-Tirmidzi no. 2230, Kitabul
Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi, 4/438 dan beliau mengatakan: “Hasan
shahih.” Demikian pula yang dikatakan Al-Albani rahimahullahu dalam
Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dari sini, berarti munculnya Al-Imam Al-Mahdi adalah di akhir zaman
sekaligus mengawali tanda-tanda besar akan datangnya kiamat. Namun
sebagian ulama sempat ragu, apakah Mahdi ini sebagai awal tanda yang
besar atau tanda yang lain. Sebagian ulama menyatakan dengan yakin bahwa
Mahdi sebagai tanda pertama, lalu berturut-turut datang tanda yang
lain. Di antara yang menyebutkan dengan tegas yang demikian adalah
Muhammad Al-Barzanji rahimahullahu (wafat 1103 H). Beliau mengatakan
dalam bukunya Al-’Isya`ah li Asyrath As-Sa’ah: “Bab Ketiga, tanda-tanda
besar dan tanda-tanda yang dekat, yang setelahnya tibalah hari kiamat,
dan itu juga banyak. Di antaranya Al-Mahdi, dan itu yang pertama.”
(dinukil dari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Atsar fil Mahdi Al-Muntazhar)
Adapun Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Munculnya, nanti di akhir
zaman. Dan saya kira, keluarnya adalah sebelum turunnya ‘Isa bin Maryam,
sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berkaitan dengan hal
itu.”
Masa Kekuasaannya
Terdapat dalam Sunan At-Tirmidzi:
إِنَّ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيَّ يَخْرُجُ يَعِيْشُ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا
أَوْ تِسْعًا -زَيْدٌ الشَّاكُّ- قَالَ: قُلْنَا: وَمَا ذَاكَ؟ قَال:
سِنِيْنَ.
“Sesungguhnya pada umatku ada Al-Mahdi. Ia muncul, hidup (berkuasa) 5
atau 7 atau 9.” –Zaid (salah seorang rawi/periwayat) ragu–. Abu Sa’id
mengatakan: “Apa itu?” Beliau menjawab: “Tahun.”
يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ إِنْ قُصِرَ فَسَبْعٌ وَإِلاَّ فَتِسْعٌ
“Akan datang pada umatku Al-Mahdi, bila masanya pendek maka 7 tahun, kalau tidak maka 9 tahun.”(HR. Ibnu Majah no. 4083)
Dengan perbedaan riwayat ini, maka Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan:
“Ini menunjukkan bahwa paling lama masa tinggal (kekuasaan)-nya adalah 9
tahun, dan sedikitnya 5 atau 7 tahun.” (An-Nihayah Fil Malahim wal
Fitan, 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Sementara Al-Mubarakfuri mengatakan: “Yakni, keraguan itu berasal dari
Zaid. Sementara dari shahabat Abu Sa’id dalam riwayat Abu Dawud: ‘dan
menguasai selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Demikian pula dalam hadits
Ummu Salamah dalam riwayat Abu Dawud dengan lafadz ‘maka dia tinggal
selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Maka riwayat yang tegas lebih
dikedepankan daripada yang ragu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/15, Program
Maktabah Syamilah)
Asal Munculnya
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa munculnya dari arah timur atau Al-Masyriq. Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan:
“Munculnya Mahdi dari negeri-negeri timur bukan dari gua Samarra,
seperti disangka oleh orang-orang bodoh dari kalangan Syi’ah.”
(An-Nihayah Fil Malafim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan:
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذْ أَقْبَلَ فِتْيَةٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ فَلَمَّا رَآهُمْ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْرَوْرَقَتْ عَيْنَاهُ وَتَغَيَّرَ
لَوْنُهُ. قَالَ: فَقُلْتُ: مَا نَزَالُ نَرَى فِي وَجْهِكَ شَيْئًا
نَكْرَهُهُ. فَقَالَ: إِنَّا أَهْلُ بَيْتٍ اخْتَارَ اللهُ لَنَا
اْلآخِرَةَ عَلَى الدُّنْيَا، وَإِنَّ أَهْلَ بَيْتِي سَيَلْقَوْنَ بَعْدِي
بَلاَءً وَتَشْرِيْدًا وَتَطْرِيْدًا حَتَّى يَأْتِيَ قَوْمٌ مِنْ قِبَلِ
الْمَشْرِقِ مَعَهُمْ رَايَاتٌ سُوْدٌ فَيَسْأَلُوْنَ الْخَيْرَ فَلاَ
يُعْطَوْنَهُ فَيُقَاتِلُوْنَ فَيُنْصَرُوْنَ فَيُعْطَوْنَ مَا سَأَلُوا
فَلاَ يَقْبَلُوْنَهُ حَتَّى يَدْفَعُوْهَا إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ
بَيْتِي فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا كَمَا مَلَئُوْهَا جَوْرًا، فَمَنْ أَدْرَكَ
ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلْيَأْتِهِمْ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ
“Tatkala kami berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tiba-tiba datang sekelompok pemuda dari Bani Hasyim. Ketika Nabi melihat
mereka, kedua mata beliau berlinang air mata dan berubahlah roman
mukanya. Maka aku katakan: ‘Kami masih tetap melihat pada wajahmu
sesuatu yang tidak kami sukai.’ Lalu beliau menjawab: ‘Kami ahlul bait.
Allah telah pilihkan akhirat untuk kami daripada dunia. Dan sesungguhnya
sepeninggalku, keluargaku akan menemui bencana-bencana dan pengusiran.
Hingga datang sebuah kaum dari arah timur, bersama mereka ada bendera
berwarna hitam. Mereka meminta kebaikan namun mereka tidak diberi, lalu
mereka memerangi dan mendapat pertolongan sehingga mereka diberi apa
yang mereka minta, tetapi mereka tidak menerimanya. Hingga mereka
menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku. Lalu ia
memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana orang-orang memenuhinya
dengan kezhaliman. Barangsiapa di antara kalian mendapatinya maka
datangilah mereka, walaupun dengan merangkak di atas es’.” (HR. Ibnu
Majah no. 4082, sanadnya hasan lighairihi menurut Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu dalam Adh-Dha’ifah, 1/197, pada pembahasan hadits no. 85)
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Bendera itu bukanlah yang dibawa
Abu Muslim dari Khurasan yang kemudian menghancurkan dinasti Bani
Umayyah pada tahun 132 H. Namun bendera hitam lain, yang datang
mengiringi Al-Mahdi.” (An-Nihayah, 1/17)
Bukan pula pasukan Thaliban yang di Afghanistan, sebagaimana yang
disebut dalam poster berjudul Huru-Hara Akhir Zaman karya Amin Muhammad
Jamaludin yang laris itu. Selebaran itu sendiri sarat dengan berbagai
ramalan dan takwil penyelewengan makna) juga Bukan Bendera ISIS di Iraq
Suriah. hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
tanda-tanda hari kiamat. Hendaknya kaum muslimin tidak lekas terkesima
dengan takwil semacam itu. Sebagaimana pula hal ini tidak berarti
mengingkari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
peristiwa akhir zaman.
As-Sindi mengatakan: “Yang nampak, kisah itu merupakan isyarat keadaan
Al-Mahdi yang dijanjikan. Oleh karena itu, penulis (Ibnu Majah)
menyebutkan hadits ini dalam bab ini (bab keluarnya Al-Mahdi).”
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Dan orang-orang dari timur
mendukung (Al-Mahdi), menolongnya dan menegakkan agamanya, serta
mengokohkannya. Bendera mereka berwarna hitam, dan itu merupakan pakaian
yang memiliki kewibawaan, karena bendera Rasulullah berwarna hitam yang
dinamai Al-Iqab.” (An-Nihayah fil Malahim, 1/17, Program Maktabah
Syamilah)
Beliau juga mengatakan: “Maksudnya, Al-Mahdi yang terpuji yang
dijanjikan keluarnya di akhir zaman asal munculnya adalah dari arah
timur, dan diba’iat di Ka’bah seperti yang disebutkan oleh nash hadits.”
(idem, 1/17)
Tentang tempat bai’atnya telah diisyaratkan oleh hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seseorang dibai’at di antara rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim).”
(HR. Ibnu Hibban no. 6827, Ahmad, dan Al-Hakim; dan beliau
menshahihkannya)
Proses Munculnya Al-Imam Al-Mahdi
Munculnya Al-Imam Al-Mahdi bukan bak sulap batil, yang seolah muncul
tanpa sebab dan tiba-tiba. Namun munculnya tentu mengikuti sunnatullah
pada alam ini, yakni melalui proses yang menuju ke arah sana.
Menjelaskan hal itu, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan:
“…Nabi memberikan kabar gembira tentang akan datangnya seseorang dari
keluarganya dan beliau menyebutkannya dengan sifat-sifat yang menonjol.
Di antara yang sifat terpenting adalah bahwa beliau berhukum dengan
Islam dan menebarkan keadilan di antara manusia.
Jadi, pada hakikatnya beliau termasuk para mujaddid yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala munculkan di penghujung tiap 100 tahun, sebagaimana telah
shahih berita (tentang hal ini) dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ini (keberadaan mujaddid di tiap satu abad) juga bukan berarti
tidak perlu berupaya mencari ilmu dan mengamalkannya untuk memperbarui
agama. Sehingga, akan keluarnya Al-Mahdi tidaklah berarti
bermalas-malasan karenanya, serta tidak bersiap atau beramal untuk
menegakkan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi. Bahkan
sebaliknya (beramal) itulah yang benar, karena Al-Mahdi tidak mungkin
upayanya lebih dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang selama 23 tahun berbuat untuk mengokohkan pilar-pilar Islam dan
menegakkan negaranya.
Maka kira-kira apa yang akan dilakukan Al-Mahdi seandainya ia muncul dan
mendapati kaum muslimin dalam kondisi terpecah, berkelompok-kelompok
dan ulama mereka (muncul) –kecuali sedikit dari mereka– (karena)
orang-orang telah menjadikan mereka sebagai para pemimpin. Tentu
(Al-Mahdi) tidak akan dapat menegakkan negara Islam kecuali setelah
mempersatukan kalimat mereka dan menyatukan mereka dalam satu barisan
serta dalam satu bendera.
Dan ini –tanpa diragukan– membutuhkan waktu yang panjang, Allah Maha
Tahu tentangnya. Syariat serta akal, keduanya mengharuskan agar
orang-orang yang ikhlas dari kalangan muslimin menjalankan kewajiban
ini. Sehingga manakala Al-Mahdi keluar, tiada kebutuhan kecuali tinggal
menggiring mereka kepada kemenangan. Kalaupun belum keluar, maka mereka
pun telah melakukan kewajiban mereka dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ
“Dan katakanlah: ‘Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat amalan kalian itu’.” (At-Taubah: 105)
[Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 4/42-43]
SYUBHAT PENGKRITIK HADITS
Sangat disayangkan sekali, aqidah mulia ini telah digugat oleh sebagain
kalangan, diantaranya adalah Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah
dalam Tafsir Al-Manar 9/499-504, Muhammad Farid Wajdi rahimahullah dalam
Dairah Ma’arif Al-Qarni Al-‘Isyrin 10/480, Ahmad Amin rahimahullah
dalam Dhuha Islam 3/237-241, Muhammad Al-Ghozali rahimahullah dalam
Musykilat fi Thariq Hayat Islamiyyah hal. 139 Umar Hubaisy rahimahullah
dalam Fatawahal. 334-335
Kesimpulan kritikan mereka sebagai berikut:
1. Hadits-haditsnya tidak ada yang shahih
2. Ucapan Imam Ibnu Khuldun
3. Hadits-haditsnya karangan para politisi kelompok Syi’ah
4. Haditsnya tidak diriwayatkan Imam Bukhari Muslim
5. Haditsnya saling bertentangan
6. Membendung para pengaku Mahdi yang dusta
7. Menyebabkan manusia tidak berusaha
MENJAWAB SYUBHAT
Sekarang kami mengajak para pembaca untuk mengikuti bersama kami sanggahan atas kritikan-kritikan tersebut:
Hadits-haditsnya tidak ada yang shahih
Jawab: Siapakah yang mengatakan demikian?! Apakah mereka ahli hadits?!
Ataukah ahli kalam dan filsafat yang tidak mengerti ilmu hadits?!! Tak
perlu kita memperpanjang pembicaraan lagi, karena kami kira penjelasan
di atas sudah cukup bagi pencari kebenaran.
Ucapan Imam Ibnu Khuldun
Seringkali para pengkritik berhujjah dengan keterangan Ibnu Khuldun dalam kitabnya yang masyhur itu dan menipu umat dengannya.
Jawab: Alasan ini tidak bisa diterima karena dua sebab:
Pertama: Ibnu Khuldun bukanlah ahli hadits. Oleh karena itulah para
pakar hadits mengingkari dan membantah keterangannya tersebut.
Diantaranya Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan, beliau berkata setelah
menukil ucapan Ibnu Khuldun: “Masalahnya tak seperti yang dia terangkan.
Dan kebenaran lebih utama untuk diikuti”, Syaikh Adzim Abadi dan
Al-Mubarakfuri mengatakan: “Dia jatuh dalam kesalahan dan jauh dari
kebenaran”.
Syaikh Al-Allamah Ahmad Syakir rahimahullah berkata:
“Ibnu Khuldun tidak faham kaidah ahli hadits “Al-Jarh Muqaddam ‘ala
Ta’dil” (Celaan lebih didahulukan daripada pujian). Seandainya dia
mengetahui dan memahami kaidah tersebut, niscaya dia tidak akan berucap
seperti ini. Atau mungkin dia tahu tetapi sengaja melemahkan
hadits-hadits tentang Al-Mahdi karena situasi politik pada masanya”.
Kemudian beliau menjelaskan bahwa keterangan Ibnu Khuldun banyak memuat
kesalahan”.
Syaikh Al-Albani rahimahullah juga berkata:
“Ibnu Khuldun telah melakukan kesalahan yang amat fatal tatkala
melemahkan kebanyakan hadits-hadits tentang Mahdi. Hal itu tak aneh,
karena memang ilmu hadits bukanlah bidangnya”.
Kedua: Sekalipun Ibnu Khuldun menilai bahwa kebanyakan hadits tentang
Mahdiadalah cacat, tetapi beliau tidak melemahkan semuanya. Perhatikan
ucapan beliau usai memaparkannya: “Inilah beberapa hadits yang
diriwayatkan oleh para imam tentang kedatangan Al-Mahdi di akhir zaman.
Sebagaimana anda lihat sendiri tidak ada yang selamat dari cacat kecuali
sedikit atau sedikit sekali”.
Oleh karena itulah Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata dalam
Ash-Shahihah 4/40: “Barangsiapa menisbatkan pada Ibnu Khuldun bahwa
beliau melemahkan seluruh hadits tentang Al-Mahdi, sungguh dia telah
berdusta baik lupa maupun sengaja”.
Hadits-haditsnya karangan para politisi kelompok Syi’ah dan seluruh sanadnya tak luput dari seorang rawi Syi’ah.
Jawaban: Alasan ini sangat rapuh sekali karena:
Pertama: Menyatakan secara mutlak seperti itu tidak benar dan hanya
dugaan semata yang tidak ada buktinya karena empat hadits yang telah
saya sebutkan di atas, tak ada seorang rawi-pun dalam sanadnya yang
dikenal termasuk golongan Syi’ah. Benar, memang ada beberapa hadits
tentang Mahdi yang dikarang oleh Syi’ah tetapi para ahli hadits telah
menjelaskan secara detail dan terperinci tentangnya sehingga dapat
terbedakan. “Adanya hadits-hadits tentang Mahdi yang palsu karena
karangan politisi Syi’ah atau sejenisnya tidaklah berarti kita
mengingkari hadits shahih tentang Mahdi” sebagaimana dikatakan oleh
Ustadz Muhammad Hidhir Husain (Syaikh Al-Azhar dahulu).
Kedua: Taruhlah memang semua hadits tentang Al-Mahdi tak luput dari rawi
Syi’ah, maka hal itu tidaklah merusak keabsahan hadits karena
perselisihan madzhab bukanlah syarat absahnya suatu hadits sebagaimana
diterangkan dalam kitab-kitab mustholah hadits. Oleh karenanya, Imam
Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari beberapa
rawi Syi’ah dan kelompok-kelompok lainnya.
Haditsnya tidak diriwayatkan Imam Bukhari Muslim
Jawaban:
Pertama: Apakah hadits-hadits shahih hanya terhimpun dalam Shahih
Bukhari dan Muslim saja?!! Tak ada satupun ulama yang mengatakan
demikian, karena banyak juga hadits-hadits shahih yang terhimpun dalam
kitab-kitab Sunan, Musnad, Mu’jam dan ensiklopedi hadits lainnya.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Sesunggunya Bukhari dan Muslim tidaklah
mengeluarkan seluruh hadits shahih dalam kitabnya. Buktinya keduanya
telah menshahihkan beberapa hadits dalam selain kitab shahihnya tersebut
sebagaimana Tirmidzi dan lainnya menukil dari Bukhari bahwa beliau
menshahihkan beberapa hadits yang tidak ada dalam kitab shahihnya,
tetapi dalam kitab sunan”.
Kedua: Sebenarnya dalam Shahih Bukhari Muslim ada beberapa hadits yang memberikan isyarat tentang Al-Mahdi seperti:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى
الله عليه و سلم: كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ
وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟!
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Bagaimana kalian apabila Isa bin Maryam
turun pada kalian dan imam kalian dari kalian?!”.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ
يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ:
تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ, إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ
أُمَرَاءُ, تَكْرِمَةُ اللهِ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: Saya mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan senantiasa ada
sekelompok dari umatku yang berperang di atas al-haq dan tegar (menang)
hingga hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka
Isa bin Maryam turun, lalu amir mereka mengatakan: Ayo, majulah menjadi
imam shalat kami. Isa menjawab: Tidak, sesungguhnya sebagian kalian
adalah pemimpin pada sebagian lainnya, kemulian Allah atas umat ini”.
Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah setelah membawakan beberapa
hadits yang banyak sekali dalam kitabnya Al-Idha’ah hal. 144, beliau
mengakhirinya dengan hadits Jabir di atas lalu berkomentar: “Memang
benar dalam hadits ini tidak ada kata “Al-Mahdi” secara jelas, namun
tidak ada maksud lain dari hadits ini dan hadits-hadits sejenisnya
melainkan adalah Al-Mahdi yang dinanti-nanti sebagaimana dijelaskan
dalam beberapa hadits dan atsar yang banyak sekali”.
Hal tersebut karena “hadits itu saling menafsirkan satu sama lainnya”.
Diantara hadits yang menjelaskannya adalah sebagai berikut:
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و
سلم: يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ
الْمَهْدِيْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ, إِنَّ بَعْضَهُمْ
أَمِيْرُ بَعْضٍ, تَكْرِمَةُ اللهِ هَذِهِ الأُمَّةَ
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Tatkala Isa bin Maryam turun, amir mereka Al-Mahdi
mengatakan: Kemarilah, imami kami dalam shalat. Isa menjawab: Tidak,
sesungguhnya sebagian mereka adalah pemimpin atas lainnya, kemulian
Allah pada umat ini”.
Haditsnya saling bertentangan
Jawaban:
Anggapan ini tertolak karena Ta’arudh (kontradiksi) antara hadits
barulah dianggap kalau memang haditsnya sama-sama shahih, tetapi kalau
yang satu shahih dan satunya dha’if maka jelas tidak dianggap
sebagaimana diketahui oleh setiap orang yang belajar ilmu hadits.
Sebagai contoh hadits dari Ummu Salamah di atas: “Al-Mahdi adalah dari
keturunanku dari anak keturunan Fathimah”. Dengan hadits Utsman bin
Affan secara marfu’:
الْمَهْدِيْ مِنْ وَلَدِ الْعَبَّاسِ عَمِّيْ
Al-Mahdi dari keturunan anak Abbas, pamanku.
Bagaimana bisa dipertentangkan, sedangkan hadits Ummu Salamah sanadnya
shahih dengan hadits maudhu’ yang diriwayatkan Imam Daruqutni dalam
Al-Afrad no. 26, Ad-Dailami 4/84 dan Ibnu Jauzi dalam Al-Wahiyat: 1431
dan pada sanadnya tedapat rawi bernama Muhammad bin Walid Al-Qurasyi,
sedangkan dia pendusta.
Jadi anggapan kontradiksi tersebut hanyalah muncul dari hadits-hadits
yang tidak shahih tentang Mahdi. Sedangkan hadits-hadits yang shahih,
maka tiada kontradiksi sedikitpun.
Membendung para pengaku Mahdi yang dusta
Jawaban:
Pertama: Sesungguhnya Imam Mahdi yang dikhabarkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memiliki ciri-ciri yang jelas sebagaimana penjelasan
dalam hadits-hadits di atas seperti keluar di akhir zaman, laki-laki,
keturunan ahli bait, namanya Muhammad bin Abdullah, berdahi lebar,
berhidung mancung, menegakkan agama dan keadilan, dermawan dan shalih,
mengimami Isa bin Maryam dalam shalat. Dengan demikian, apabila ada yang
mengaku Mahdi sedangkan tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut, maka
berarti dia adalah pendusta.
Kedua: Para ulama telah membantah para pengaku Mahdi dusta tersebut.
Jadi, benar kami setuju dengan kalian dalam mengingkari para pengaku
Mahdi secara dusta seperti Juhaiman (Saudi Arabia) seperti halnya Mirza
Ghulam Ahmad Al-Qadiyani, seorang dajjal shoghir India yang mengaku
sebagai Nabi Isa lalu mengaku sebagai Nabi. Namun seperti inikah cara
kita membendung para pendusta tersebut?!! Apakah kita mengingkari aqidah
yang shahih hanya karena adanya pengaku dusta tersebut?!! Kalau
demikian caranya, kita akan bertabrakan dengan kaidah kita sendiri. Coba
fikirkan, apa kita juga akan mengingkari adanya ilmu dan ulama karena
adanya orang-orang bodoh yang mengaku sok berilmu?!! Dan apabila ada
sebagian yang mengaku sebagai Tuhan seperti Fir’aun dan Dajjal, apakah
cara membendungnya dengan mengingkari adanya Tuhan?!! Tidak, sekali-kali
tidak!! Demikian pula kita beriman tentang Imam Mahdi yang hakiki dan
mendustakan para pengaku Mahdi yang palsu.
Takhtimah
Sesungguhnya keyakinan datangnya Imam Mahdi termasuk aqidah yang
ditetapkan dalam hadits-hadits mutawatir yang wajib bagi setiap muslim
untuk mengimaninya karena hal itu termasuk perkara ghaib, sedangkan
beriman dengan ghaib adalah sifat orang-orang yang beriman sebagaimana
firman Allah:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدَى لِلْمُتَّقِينَ . الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ
Kitab (Al-Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah: 2-3).
Dan tidak ada yang mengingkari aqidah ini kecuali orang yang jahil atau
sombong. Saya memohon kepada Allah agar mewafatkan kita dalam beriman
terhadapnya serta aqidah-aqidah shahih lainnya.
Inilah buah keimanan terhadap Hari Akhir. Bagi seorang mukmin, ia akan
mengarahkan setiap langkahnya dalam kehidupan di dunia ini guna
kehidupan di akhiratnya kelak. Dirinya mengharap dan senantiasa berupaya
agar di Hari Akhir nanti tak muncul penyesalan sebagaimana digambarkan
ayat berikut:
أَنْ تَقُوْلَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللهِ
وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِيْنَ. أَوْ تَقُوْلَ لَوْ أَنَّ اللهَ
هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ. أَوْ تَقُوْلَ حِيْنَ تَرَى
الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُوْنَ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Agar jangan ada orang yang mengatakan: ‘Amat besar penyesalanku atas
kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedangkan aku
sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olok (agama Allah)’.
Atau, supaya jangan ada yang berkata: ‘Kalau sekiranya Allah memberi
petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.’
Atau, supaya jangan ada yang berucap saat melihat adzab: ‘Kalau
sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk
orang-orang yang berbuat baik’.” (Az-Zumar: 56-58)
Penyesalan tinggallah penyesalan. Kala Hari Akhir itu tiba, maka tiada
guna lagi penyesalan. Semua petaka itu terjadi karena diri larut dalam
hawa nafsu, menjauh dari nilai-nilai syariat. Setiap keterangan yang
datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya ditentangnya. Dia
berupaya menampik apa yang telah dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan Rasul-Nya dengan alasan ‘tidak rasional’ atau ‘tidak masuk akal’.
Seakan-akan nilai Islam hanya sebatas kapasitas akalnya. Sesuatu yang di
luar akalnya, ditolak dan ditentangnya meski itu berasal dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Keimanan tiada lagi tertancap di
hatinya. Dia sombong dan mendustakan keterangan-keterangan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
بَلَى قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ
“(Bukan demikian) sebenarnya telah datang keterangan-keterangan-Ku
kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan diri dan adalah
kamu termasuk orang-orang yang kafir.” (Az-Zumar: 59)
Bagi seorang muslim, ia harus mengedepankan keimanannya. Termasuk dalam
mengimani tanda-tanda yang bakal muncul menjelang terjadinya Hari
Kiamat. Satu di antara tanda-tanda itu adalah akan munculnya Al-Mahdi.
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa Al-Mahdi akan muncul pada akhir
zaman, sebelum Nabi ‘Isa ‘alaihissalam turun. Dia seorang laki-laki
keturunan ahlul bait. Melalui dia, Allah Subhanahu wa Ta’ala kokohkan
agama. Dia akan berkuasa selama tujuh tahun. Pada masanya bumi ditaburi
dengan keadilan sebagaimana kelaliman dan kezhaliman sempat meliputi
bumi sebelumnya. Umat merasakan nikmat di bawah kekuasaannya dan belum
pernah ada kenikmatan yang dirasakan seperti itu. Bumi mengeluarkan
tetumbuhan, langit mengguyuri dengan hujan. Kala itu, harta diberikan
tanpa batas.
Wallohu A'lam Bishshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar