Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja ycmg mereka kuasai. Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengadzabmu) dan Kami jadikan neraka Jahanam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. al-Isro’ [17]: 4-8)
Muqoddimah
Apakah ayat di atas menceritakan tentang sebuah kejadian masa lampau
sebelum turunnya ayat ataukah menjelaskan apa yang akan terjadi pada
Bani Israil setelah turunnya ayat? Sejumlah ahli tafsir berkata:
“Sesungguhnya ayat-ayat tersebut berbicara tentang peristiwa yang dahulu
pernah terjadi, mengabarkan tentang sejarah yang telah berlalu dan
berbicara tentang nasib satu generasi yang sudah punah.”
Akan tetapi, belum ditemukan satu pun hadits marfu’ (yang jalur periwayatannya hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dan tidak ada pula pendapat yang
dijadikan rujukan oleh ulama salaf dalam menafsirkannya. Tidak ada satu
pun keterangan yang dapat dijadikan patokan dan melegakan hati. Oleh
karena itu, marilah kita bahas kembali ayat tersebut dari awal.
Mudah-mudahan kita memperoleh faedah yang berharga darinya.
Kalau kita cermati ayat-ayat ini bukannya menunjukkan kejadian masa
lampau, melainkan menunjukkan nasib bangsa Yahudi setelah turunnya ayat
ini. Hal ini bisa ditilik dari banyak segi:
1. Ayat ini menegaskan terjadinya dua kerusakan yang dilakukan oleh
Bani Israil. Sekiranya dua kerusakan yang dimaksud sudah terjadi pada
masa lampau, maka sungguh sejarah mencatat bahwa mereka telah berbuat
kerusakan berkali-kali bukan hanya dua kali. Akan tetapi, dua kerusakan
yang dimaksud dalam adalah al-Qur’an ini adalah puncak dari kerusakan
yang mereka lakukan.
2. Dalam sejarah tidak pernah disebutkan kemenangan kembali
Bani Israil atas orang yang pernah menguasai mereka dahulu. Sementara
ayat ini menjelaskan bahwa Bani Israil akan mendapatkan giliran
mengalahkan musuh-musuh mereka yang telah menimpakan adzab saat mereka
berbuat kerusakan pertama.
3. Sekiranya yang dimaksud dengan dua kerusakan itu adalah sesuatu
yang telah terjadi pada masa lampau, niscaya tidak akan diberitakan
dengan lafazh idza sebab lafazh tersebut mengandung makna zhorfiyyah (keterangan waktu) dan syarthiyyah (syarat) untuk masa mendatang.
4. Demikian pula firman Alloh: “Dan itulah janji (ketetapan) yang pasti terlaksana” menunjukkan bahwa hal itu terjadi pada masa mendatang. Sebab tidak disebut janji kecuali untuk sesuatu yang belum terlaksana.
5. Para penguasa dan bangsa yang pernah menaklukkan Bani Israil
dahulu kala, semuanya adalah orang-orang kafir padahal Alloh menyebut
dalam ayat tersebut: “Hamba-hamba Kami.” Sifat tersebut mengisyaratkan
bahwa mereka adalah orang-orang beriman sebab kata “Hamba” yang di-idhofah-kan pada lafazh “Kami” mengisyaratkan hal itu, sebagaimana banyak firman Alloh lainnya. Lihat misalnya firman Alloh:
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ
Dan hamba-hamba Alloh yang Maha Pemurah…. (QS. al-Furqon [25]: 63)
Cermati juga ayat-ayat QS. al-Isro’ [17]: 1, al-Fajr [89]: 29, az-Zumar [39]: 53, al-Insan [76]: 6, dan al-Isro’ [17]: 65
Itulah beberapa hakikat yang menegaskan bahwa dua pengrusakan yang
dilakukan oleh Bangsa Yahudi ini akan terjadi setelah turunnya ayat.
Tafsir ayat
Setelah hal di atas dipahami, marilah kita tilik kembali sejarah perjalanan bangsa Yahudi setelah turunnya ayat tersebut.
Ketahuilah bahwa surat al Isro’ itu turun di Makkah sebelum Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Lalu apakah yang dimaksud dengan dua pengrusakan dan dua kehancuran tersebut? Marilah kita lihat bersama.
Aksi pengrusakan pertama
Bangsa Yahudi adalah bangsa yang terkumpul pada mereka unsur-unsur
kekejian dan kejelekan. Di antara sifat jelek itu, bangsa Yahudi
menganggap bahwa mereka adalah bangsa yang terbaik dan seluruh umat
manusia adalah budaknya. Oleh karena itu, mereka selalu menganggap
bangsa lain sebagai musuh mereka. Setiap kali hidup bersama bangsa lain
mereka selalu terasing di beberapa tempat yang biasanya disebut dengan
perkampungan Yahudi. Di mana pun mereka berada selalu menimbulkan
keonaran dan ketidaktenteraman di daerah tersebut, sehingga
bangsa-bangsa itu pun mengusir mereka dari zaman ke zaman.
Setelah dihancurkan oleh Bunyanus dan Tithos dari Romawi, bangsa
Yahudi sama sekali tidak punya kekuatan. Mereka pun akhirnya
tercerai-berai tak keruan. Namun, mereka mengetahui dalam kitab Taurat
bahwa akan muncul nabi akhir zaman setelah Musa dan Isa yang akan hijrah
ke sebuah tempat yang banyak ditumbuhi pohon kurma. Sebab itu, mereka
hijrah ke tempat tersebut demi menunggu kedatangan nabi terakhir itu
dengan niat akan menjadi pengikutnya. Mereka berharap untuk bisa
mendapatkan kemenangan dengan menjadi pengikut nabi tersebut. Sedangkan
tempat yang ranyak ditumbuhi pohon kurma saat itu hanya dua yaitu
Yatsrib (nama asli kota Madinah) dan Khoibar. Oleh karena itu, bangsa
Yahudi banyak terdapat di kedua tempat ini.
Di kota Yatsrib pun Yahudi selalu membuat onar dengan penduduk asli.
Setiap kali kalah mereka selalu menakut-nakuti bangsa asli Yatsrib, Suku
Aus dan Khozroj, bahwa akan muncul nabi akhir zaman dan mereka—bangsa
Yahudi—akan menjadi pengikutnya untuk menghancurkan musuh-musuhnya.
Itulah yang digambarkan
oleh Alloh dalam al-Qur’an:
Dan setelah datang kepada mereka al-Qur’an dari Alloh yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka
setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu
ingkar kepadanya. Maka laknat Allohlah atas orang-orang yang ingkar
itu. (QS. al-Baqoroh [2]: 89)
Namun, setelah Alloh mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
dari bangsa Quraisy sifat jelek Yahudi kembali tampak. Mereka iri dan
dengki karena sang nabi terakhir itu bukan dari Bani Israil, sebagaimana
dalam ayat di atas. Sebenarnya mereka sangat mengetahui bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar-benar seorang nabi yang mereka tunggu, karena ciri-ciri yang telah mereka ketahui dalam Taurat. Alloh berfirman:
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang
telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti
mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di
antara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui. (QS. al-Baqoroh [2]: 146)
Setelah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah makin tampaklah kejahatan Yahudi. Di antaranya:
1. Mereka mendustakan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal mengetahui dengan yakin bahwa beliau adalah nabi akhir zaman yang selama ini mereka harap kedatangannya.
2. Mereka mengkhianati perjanjian yang telah mereka buat bersama Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk menjaga kota Madinah dari musuh luar. Pengkhianatan itu sangat
tampak saat Perang Khondaq, di mana mereka membantu kaum musyrikin dalam
memerangi Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Mereka memprovokasi kaum musyrikin untuk membalas dendam atas kekalahan mereka pasca Perang Badar.
4. Mereka beberapa kali mencoba untuk membunuh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Menghinakan Alloh, Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kaum mukminin.
6. Mereka bahkan berani mengatakan bahwa orang kafir lebih mendapatkan petunjuk daripada orang beriman. Alloh berfirman:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thoghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya
dari orang-omng yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Alloh.
Barang siapa yang dikutuki Alloh, niscaya kamu sekali-kali tidak akan
memperoleh penolong baginya. (QS. an-Nisa’ [4]: 51-52)
7. dan masih banyak lainnya.
Kehancuran bangsa Yahudi yang pertama
Demi melihat kekejian mereka, tidak ada pilihan bagi Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam
selain menghancurkan kekuatan mereka. Peperangan demi perangan terjadi
antara Rosululloh dengan kabilah-kabilah Yahudi di kota Madinah. Itu
semua terekam dengan sangat terperinci dalam kitab-kitab sejarah Islam.
Singkat cerita, akhirnya mereka terusir dari kota Madinah dengan hina
dina. Kemudian kekuatan mereka dihancurkan oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu Perang Khoibar dan beberapa orang Yahudi yang masih tersisa pun diusir oleh Kholifah Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu, sehingga tidak tersisa satu pun kekuatan Yahudi di Jazirah Arab. Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu
juga menghancurkan kekuatan mereka yang masih tersisa di daerah Baitul
Maqdis yang pada saat itu dikuasai oleh orang-orang Romawi. Inilah
kehancuran yang pertama bagi mereka. Alloh menggambarkan kejadian ini
dengan firman-Nya:
Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari ked.ua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (QS. al-Isro’ [17]: 5)
Setelah peristiwa itu, mereka kembali tercerai-berai, hancurlah
kekuatan mereka selama ini. Mereka mengembara lagi di muka bumi untuk
kembali menyusun kekuatan. Mereka pergi ke negara-negara kuat untuk
mencari perlindungan dan keamanan.
Kembalinya kekuatan bangsa Yahudi
Ketika zaman nubuwwah dan khilafah rosyidah berakhir, kaum muslimin
sedikit demi sedikit menjauh dari ajaran Islam yang murni. Mereka pun
berpecah belah menjadi banyak kelompok dan golongan. Mereka tenggelam
dalam kenikmatan dunia. Penyakit wohn (cinta dunia dan takut mati) banyak menjangkiti hati-hati sebagian kaum muslimin yang sudah kotor.
Saat itulah Yahudi yang tercerai berai kembali menyusun kekuatan.
Mereka akhirnya berhasil merebut kekuasaan yang berada di tangan kaum
muslimin. Berdirilah negara mereka di tengah terpuruknya kaum muslimin
di daerah Baitul Maqdis. Dukungan internasional yang kafir menjadikan
negara kecil ini menjadi cepat besar dan mempunyai kekuatan yang besar.
Benarlah tatkala Alloh mengisyaratkan hal ini dengan firman-Nya:
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيراً
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. (QS. al-Isro’ [17]: 6)
Ekonomi mereka kuasai, tentara internasional loyal kepada mereka
bahkan bisa mereka kendalikan. Berbagai perbuatan durjana mereka
lakukan. Berbagai ucapan kotor mereka lontarkan. Kejahatan mereka telah
mencapai puncaknya. Mereka menghina Alloh dan Rosul-Nya. Mereka membunuh
anak-anak dan wanita. Mereka membakar Baitul Maqdis dan mencoba untuk
meruntuhkannya dengan alasan mencari Haikal Sulaiman. Mereka
merobek-robek al-Qur’an dan menginjak-injaknya. Mereka memusuhi dan
menghinakan kaum muslimin secara umum. Adakah kekejian yang lebih busuk
dibandingkan dengan ini semua?
Kapankah kehancuran mereka akan terwujud kembali?
Alloh Ta’ala menjanjikan:
…. Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang
kedua, (Kami datangkan omng-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu
dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya
pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang
mereka kuasai. (QS. al Isro’ [17]: 7)
Ayat ini dengan sangat tegas menunjukkan bahwa kaum muslimin akan
kembali mengalahkan mereka dan membuat suram wajah-wajah mereka. Kaum
muslimin akan kembali menguasai Masjidil Aqsho sebagaimana mereka dahulu
menguasainya. Hal ini didukung oleh beberapa hadits yang menyatakan
bahwa kemenangan akan berada di tangan kaum muslimin. Sebagaimana sabda
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan pernah datang hari Kiamat hingga orang-orang
muslim berperang melawan orang-orang Yahudi. Umat Islam pun membunuh
mereka sehingga orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Maka
batu atau pohon itu berbicara: ‘Wahai muslim, wahai hamba Alloh, ini ada
orang Yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah dia.’ Kecuali pohon
ghorqod karena ia adalah pohonnya orang Yahudi.” (HR. Muslim)
Ada dua hal menarik kalau kita cermati ayat tersebut. Pertama: Tatkala menyebutkan kembalinya kekuatan Yahudi, Alloh menggunakan kata tsumma, yang
berarti kejadian itu setelah kehancuran mereka yang pertama namun
berselang waktu yang lama. Sedangkan tatkala menyebut kehancuran mereka
yang kedua Alloh menggunakan kata fa yang berarti selang waktunya
hanya sebentar. Sejarah membuktikan hal ini, bahwa kembalinya kekuatan
mereka setelah kehancuran yang pertama di tangan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Kholifah Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu adalah
sekitar empat belas abad sebelum berdirinya embrio negara mereka di
bumi Palestina. Maka kita sangat berharap bahwa kepongahan dan kejahatan
mereka tidak akan berlangsung lama karena janji Alloh pasti benar.
Kedua: Alloh menyebutkan kejadian perebutan Masjidil Aqsho
pada kehancuran mereka yang kedua dan tidak menyebutkannya secara khusus
pada kehancuran mereka yang pertama. Hal ini—Wallohu A’lam—adalah
sebuah isyarat bahwa kaum muslimin akan merebut Masjidil Aqsho yang
telah mereka kuasai. Adapun perebutan yang pertama oleh kaum muslimin
pada zaman Kholifah Umar adalah pada saat Masjidil Aqsho berada dalam
kekuasaan bangsa Romawi bukan Yahudi.
Janji Kemenangan Itu Bersyarat
Perhatikanlah dua firman Alloh berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Alloh, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu, (QS. Muhammad [47]: 7)
Dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun
dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. an-Nur [24]: 55)
Pada ayat pertama Alloh mensyaratkan kemenangan jika kaum mukminin
menolong agama Alloh dan pada ayat kedua Alloh menjanjikan khilafah
dengan syarat kaum mukminin hanya beribadah kepada Alloh saja tanpa ada
perbuatan syirik sedikit pun. Lebih tegas lagi adalah sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dari Ibnu Umar, beliau berkata: “Saya mendengar Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila kalian berjual beli dengan cara
‘inah, kalian memegang ekor sapi dan ridho dengan cocok tanam serta
kalian tinggalkan jihad, niscaya Alloh akan menimpakan kepada kalian
kehinaan dan tidak akan dicabut sehingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Ahrnad dan Abu Dawud dengan sanad shohih. Lihat ash-Shohihah: 11)
Dalam hadits ini Rosululloh menyebutkan sebab, akibat, dan obatnya sekaligus. Adapun sebabnya: (i) Jual beli dengan cara ‘inah, ini
mengisyaratkan pada semua perbuatan yang haram. (2) Memegang ekor sapi
dan ridho dengan cocok tanam, ini menggambarkan kecintaan kepada dunia.
(3) Meninggalkan jihad, ini isyarat kepada meninggalkan kewajiban
syar’i.
Apabila ketiga penyakit ini ada pada umat maka akan muncul akibatnya yaitu Alloh akan menimpakan kehinaan pada umat ini. Sejarah menjadi bukti terbaik akan kebenaran sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam
ini. Tidaklah ada satu generasi pun dan pada bangsa muslim mana pun
yang terjangkiti penyakit kemaksiatan, cinta dunia, dan meninggalkan
kewajiban melainkan pasti kehinaan akan menimpa mereka.
Namun, Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pun secara tegas telah menyebutkan obatnya, yaitu kembali kepada ajaran Islam yang murni, yang tidak tercemari syirik, bid’ah, maksiat, dan semua yang mengotorinya.
Setelah penjelasan di atas, akankah kita mengharap pertolongan Alloh
akan turun padahal kubang gelap kesyirikan masih menganga, kabut tebal
kebid’ahan masih menyelimuti umat ini, dan mereka pun masih asyik
bergelimang dalam kemaksiatannya? Sadarlah wahai kaum muslimin, inilah
resep Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akankah kita mencari resep selainnya? Penuhilah syarat yang diminta Alloh, niscaya Alloh akan memenuhi janji-Nya.
Di samping itu, ada yang perlu diperingatkan sehubungan dengan rasa
semangat solidaritas yang terkadang tanpa terkendali sehingga malah
melanggar syari’at itu sendiri. Misalnya:
1. Beberapa SMS yang menyebar dari satu nomor ke nomor lainnya.
Contohnya: “Bacakan Surat al-Fath sekian kali demi kemenangan
Palestina.” Yang lain lagi: “bacakan Surat al-Ikhlas, bacakan Surat
an-Nashr, bacakan dzikir ini itu sekian kali lalu kirimkan kepada
mujahidin Palestina, sebagai wujud jihad anda. “Semua SMS ini dan yang
semisalnya adalah amal perbuatan bid’ah yang tidak pernah dituntunkan
oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab itu,
janganlah dilakukan meskipun dengan niat baik seperti di atas karena ia
tidak akan bermanfaat apa-apa, bahkan kami khawatir malah memperlambat
kemenangan kaum muslimin.
2. Melaknat (mengutuk) sesama muslim karena bersikap diam—menurut
berita yang dilansir banyak media—dalam menghadapi Palestina,
sebagaimana yang telah disinggung pada edisi (di majalah Al Furqon,
-adm) yang lalu.
3. Menggalang dana solidaritas dengan cara haram, seperti yang
terjadi baru-baru ini (saat makalah ini ditulis). Sebuah stasiun
televisi menayangkan acara solidaritas Palestina namun isinya nyanyian,
musik dan joget laki-laki bersama para artis wanita. Waliyadzu billah.
Akhirnya, kita berdo’a semoga Alloh menolong para saudara kita
mujahidin di bumi Palestina, Semoga Alloh menyelamatkan para wanita,
anak-anak, dan orang lemah yang tertindas di bumi Palestina. Sebagaimana
kita juga berdo’a kepada Alloh untuk menghancurkan kekuatan orang-orang
Yahudi terlaknat, semoga Alloh melemahkan kekuatan mereka serta
menjadikan rencana jahat mereka mengenai diri mereka sendiri. Wallohul Musta’an.
Sumber: majalah Al Furqon, no. 89, hal. 15-20
[1] Tulisan ini banyak disarikan dari bab peperangan dengan Yahudi, dalam kitab al-Jama’at al Islamiyyah karya Syaikh Salim bin Id al-Hilali dengan beberapa tambahan dari referensi lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar